Selasa 26 Nov 2019 14:16 WIB

Enam Unsur untuk Mulai Wakaf Digital

Para pengelola wakaf diharapkan dapat mengembangkan diri dengan pengelolaan modern.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Gita Amanda
Pengelolaan wakaf diharapkan dapat dilakukan secara modern dan sistem pelaporan secara digital.
Foto: imronbiz.blogspot.com
Pengelolaan wakaf diharapkan dapat dilakukan secara modern dan sistem pelaporan secara digital.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa'adi, meminta agar pengelolaan wakaf dapat dimodernisasi. Dia mengharapkan para pengelola wakaf agar mengembangkan diri dengan pengelolaan aset secara modern dan sistem pelaporan secara digital.

"Undang-undang perwakafan jelas mengamanatkan pengelolaan wakaf yang memiliki manfaat ekonomi dan sekaligus berkontribusi bagi kepentingan dan kesejahteraan umum," kata Zainut.

Baca Juga

Mantan ketua umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) ini mengatakan, saat ini pengelola wakaf harus cepat tanggap karena perilaku pemberi wakaf (waqif) serta penerima manfaat wakaf juga sudah berubah. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.

"Semuanya sudah serba digital, memanfaatkan big data, kalau lembaga tidak beradaptasi dengan perubahan tersebut niscaya tergerus zaman dan menjadi usang. Jangan lupa bahwa lembaga pengelolaan wakaf sering menghadapi masalah lemahnya manajemen pengelolaan dan pengembangan wakaf," katanya.

Di sisi lain, Direktur Utama Dompet Dhuafa Filantropi, Imam Mulyawan mengatakan, kunci untuk membangun modernisasi adalah membangun pola pikir (mindset) baru. Selain itu, menurutnya, pembentukan kemampuan para nazir untuk manajemen dana wakaf juga sangat diperlukan.

Dia menjelaskan, dalam membangun ekosistem wakaf yang baik, setidaknya harus berlandaskan pada enam unsur, yaitu nazir, wakif, maukuf alaih, dunia usaha, pemerintah dan media. Jika seluruh unsur itu saling bersinergi dengan baik, maka pengelolaan wakaf secara digital akan mampu berkembang pesat, kata dia.

Menurut Imam, dalam mengembangkan sistem modernisasi wakaf, beban operasional aset wakaf harus mampu tertutup dari surplus pengelolaan aset wakaf, karena benda wakaf sendiri tidak hanya sekedar benda mati seperti bangunan atau tanah, namun juga saham, sukuk dan uang.

“Modal yang harus dimiliki setiap lembaga wakaf untuk menilai digitalisasi adalah kepercayaan, transparan, akuntabilitas dan amanah. Karena dengan wakaf modern, uang sebesar harga secangkir kopi pun bisa diwakafkan, dan dilakukan dengan massive,” kata Imam saat dihubungi Republika, Selasa (26/11).

Ia menyampaikan, saat ini potensi aset wakaf tunai per tahun mencapai lebih dari Rp 300 triliun. Namun menurut data Lembaga Wakaf Majelis Ulama Indonesia (MUI), wakaf yang berhasil terealisasi hanya sekitar Rp 500 miliar per tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement