REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat pendidikan Inggris dinilai perlu melakukan penyesuaian ujian bagi mahasiswa Muslim di saat Ramadhan. Penyesuaian tersebut dibutuhkan karena kesetaraan hak sebagai warga negara.
Dilansir dari Wonkhe, Kamis (21/11), Peneliti Maisha Islam dalam tulisannya menyebut, mahasiswa Muslim membutuhkan penyesuaian ketika ujian bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Merujuk dari pengalamannya, pada tahun 2018 dan 2019, Ramadhan jatuh pada bulan Mei dan Juni. Pada saat itu, di kampusnya, mahasiswa Muslim meminta ujian berlangsung pada pagi hari meski jadwal seharusnya ujian berlangsung sore hari.
Kebanyakan alasan, kata dia, mereka khawatir merasa lelah, dehidrasi, dan kurang konsentrasi ketika waktu puasa mendekati waktu berbuka. "Saat Anda memasuki akhir puasa 18 jam, bakal ada dampak pada kemampuan kognitif saat menghadapi ujian," ungkapnya.
Maisha selanjutnya mengutip laporan tahun 2018 yang dibuat Peneliti Jacqueline Stevenson. Dari laporan itu, mahasiswa Muslim belum terpenuhi haknya sebagai warga negara. Hal ini terjadi karena adanya permusuhan dan islamofobia yang diekspresikan dalam cara yang berbeda.
Maisha juga mengutip peneliti Abida Malik, yang menyerukan perlunya kebijakan guna mencegah pengalaman buruk yang dialami pelajar Muslim. Seperti rasa takut dicurigai.Kemudian, tidak semua kampus memiliki ketentuan khusus untuk mahasiswa Muslim seperti makanan halal dan acara non-alkohol.