Jumat 22 Nov 2019 01:20 WIB

Tangkal Islamofobia, Muslim Selandia Baru Dirikan Fair

Fair akan menangani laporan umat Islam terkait Islamofobia.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Agung Sasongko
Berbagai elemen masyarakat membuat tirai manusia ketika umat muslim melaksanakan sholat jumat pertama pascapenembangan di dua masjid kota Christchurch pada Jumat (15/3) di Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru, Jumat (22/3/2019).
Foto: Antara/Ramadian Bachtiar
Berbagai elemen masyarakat membuat tirai manusia ketika umat muslim melaksanakan sholat jumat pertama pascapenembangan di dua masjid kota Christchurch pada Jumat (15/3) di Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru, Jumat (22/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW ZEALAND -- Organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) untuk menangkal Islamofobia diluncurkan. Organisasi HAM yang didirikan oleh Foundation Against Islamophobia and Racism (FAIR) ini bertujuan untuk mengadvokasi hak HAM Muslim independen yang berbasis di Selandia Baru.

Dilansir dari Scoop, Kamis (21/11), salah satu proyek utama FAIR adalah menyediakan portal Report Islamophobia yakni (http: //report.islamophobia.). Di mana para korban dapat melaporkan insiden yang dialami lantaran Islamofobia dan tindakan rasial.

Baca Juga

Juru bicara FAIR Azad Khan mengatakan bahwa tujuan didirikannya organisasi HAM untuk tangkal Islamofobia adalah untuk menawarkan platform yang kuat dan aman di mana para korban dan saksi dapat berbagi informasi dengan kami secara rahasia. Korban, kata dia, memiliki pilihan untuk mendaftarkan insiden untuk tujuan pelaporan atau meminta para pengurus untuk membantu lebih lanjut.

"Semua informasi akan dijaga kerahasiaannya dan bersifat pribadi dan tidak akan dibagikan kepada pihak ketiga tanpa persetujuan terlebih dahulu," kata Azad. 

Organisasi, lanjut Azad, memiliki wewenang untuk mengadvokasi hak-hak asasi manusia Muslim dan untuk memerangi munculnya kegiatan ekstream kanan yang keras dan Islamophobia di Selandia Baru. Pihaknya juga akan mengadakan lokakarya pendidikan masyarakat tentang Islamophobia dan rasisme.

Presiden Asosiasi Muslim Selandia Baru (NZMA) Ikhlaq Kashkari, mengatakan, proyek FAIR merupakan tindakan penting dan langkah ke arah yang benar untuk mengekspos dan memerangi Islamofobia di Selandia Baru. NZMA, kata dia, mendukung penuh inisiatif tersebut. Di sisi lain dia juga menyoroti data yang perlu lebih baik sebagai kunci untuk memahami dan memberantas Islamofobia.

"Pasca15 Maret, masih ada insiden Islamofobia dan kejahatan rasial. Banyak dari insiden ini tidak dilaporkan karena alasan termasuk ketakutan, reaksi masyarakat, balas dendam, stigmatisasi dan kurangnya kepercayaan pada pihak berwenang untuk mengambil tindakan yang tepat dan segera," ungkapnya.

Saat ini, menurut dia, tidak ada daftar kejahatan rasial dan insiden Islamofobia dan akibatnya. Selain itu juga tidak ada data untuk menganalisis dan menyusun strategi tentang bagaimana memerangi insiden tersebut.

"Ke depan, kami berharap dapat bekerja sama dengan para peneliti, organisasi masyarakat dan lembaga pemerintah untuk secara kolektif menciptakan masyarakat yang aman dan toleran," ujarnya.

Akademisi Universitas Waikato Arama Rata, menilai bahwa pemerintah telah gagal dalam tugasnya untuk melindungi komunitas Muslim dan komunitas kulit berwarna lainnya dari kejahatan rasial. Secara sistematis lalainya mengumpulkan data atas kejahatan rasial adalah tindakan yang perlu disoroti.

"Kita dorong untuk mengetahui data ini. Karena data mengenai kejahatan rasial ini penting dan mendesak untuk diadakan," pungkasnya.

Seperti diketahui, belum lama ini dunia dikagetkan dengan aksi teror penembakan masjid Christchurch. Hal ini dikenal belakangan dengan serangkaian serangan teror supremasi kulit putih yang terjadi di Masjid Al Noor dan Linwood Islamic Centre Christchurch, Selandia Baru, (15/3), pukul 13.40 waktu Selandia Baru.

Sedikitnya 50 orang tewas dan 20 lainnya terluka akibat serangan ini. Tiga orang tersangka telah ditangkap, satu di antaranya telah didakwa di pengadilan. Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern dan kepala negara lainnya menyebut serangan ini sebagai serangan teroris.

Ardern juga menggagas Christchurch Call (CC) yang merupakan sebuah gerakan untuk mengikat komitmen berbagai negara beserta perusahaan teknologi dunia untuk bekerja sama menangkal konten terorisme dan ekstremisme. Sebab pihaknya menilai aksi teror tersebut menyadarkan pemerintah bahwa kendali penggunaan media sosial yang minim bisa membahayakan warganya.

Mereka lantas membenahi hal itu dengan menerapkan aturan baru untuk membatasi sirkulasi konten kekerasan dan ekstremisme di media sosial. Sebagai catatan, pelaku penembakan Christchucrh, Brenton Harrison Tarrant, sempat merekam dan menyiarkan langsung aksi keji itu melalui akun Facebooknya. Video penembakan itu bahkan telah ditonton sebanyak 4.000 kali sebelum akhirnya diblokir di hari yang sama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement