Kamis 21 Nov 2019 18:37 WIB

Ketatnya Sistem Verifikasi Selamatkan Hadis Rasulullah

Sistem verifikasi dalam ilmu hadis sangat ketat.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Kitab Kuning
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Kitab Kuning

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Sejarah ilmu hadis (musthalahul-hadis) dilatarbelakangi dengan sejumlah dinamika yang terjadi sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Di mana kala itu marak sekali orang yang memanipulasi hadis Rasul dan bahkan membuat hadis-hadis palsu guna mencapai suatu kepentingan.

Kepentingannya beragam, mulai dari sosial, politik, ekonomi, bahkan kepopuleran. Dari sinilah kemudian para sahabat, tabiin, dan tabi' tabi'in, mengembangkan ilmu musthalahul-hadis yang di dalamnya membahas tentang silsilah sanad, rijalul-hadis (asal-usul si pembawa berita/hadis yang diklaim), ilalul-hadis, hingga metode jarhu wa ta’dil.

Baca Juga

Elemen-elemen tersebut sangat penting dipelajari untuk mengetahui apakah suatu hadis dapat dikategorikan shahih, hasan, dhaif, atau palsu. 

Misalnya, silsilah sanad digunakan untuk membuktikan apakah silsilah sebuah berita dapat bersambung ke Nabi Muhammad SAW atau terputus menjadi penting untuk keabsahan hadis yang dimaksud.

Tak hanya itu, kredibilitas para perawi hadis juga diklasifikasikan dalam kriteria yang tak main-main. Dalam lingkup pesantren umumnya dikenal bahwa kredibilitas perawi hadis disoroti dengan serius oleh para ulama klasik maupun kontemporer.

Sebagai contoh, sikap dan kebiasaan para perawi pun menjadi pertimbangan apakah dirinya dapat diklasifikasikan sebagai perawi dengan tingkat kredibilitas tinggi.

Syaratnya antara lain tidak pernah berbohong barang sekali pun, amanah, hingga tak pernah kentut di sembarang tempat. Terlihat sepele, tapi sesungguhnya dari hal-hal kecil seperti ini pun persyaratan itu harus dipenuhi guna menjaga keabsahan hadis yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement