Selasa 19 Nov 2019 09:09 WIB

Dai Bersertifikat Sepakat Kembangkan Dakwah Islam Wasathi

Islam wasathi sebagai arus utama paham Islam Indonesia.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para dai yang sudah berkiprah di masyarakat diundang ke Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat untuk bermusyawarah dalam rangka menyatukan visi dan koordinasi langkah dakwah pada Senin (18/11). Merekalah yang akan direkomendasikan oleh MUI sebagai dai atau yang lebih dikenal dengan sebutan dai bersertifikat. 

Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH. Cholil Nafis mengatakan, kegiatan standarisasi dai ini dalam rangka menyatukan persepsi dalam mengembangkan ajaran Islam dan mengkoordinasikan langkah dakwah agar maksimal dalam menyebarkan dakwah Islamiyah.   

"Di akhir acara semua peserta dai bersepakat untuk mengembangkan dakwah Islam Wasathi (moderat) dan menjaga keutuhan NKRI," ujar Kiai Cholil kepada Republika.co.id, Senin (18/11). 

Dalam kegiatan ini, menurut dia, materinya secara garis besar meliputi wawasan ke-Islam-an, wawasan kebangsaan dan metode dakwah. Dalam wawasan keislaman, kata dia, para peserta dai mengulas tentang paham Islam yang diajarkan Rasulullah saw dan dijelaskan oleh para sahabatnya, yaitu Islam Wasathi. 

 

"Islam wasathi sebagai arus utama paham Islam Indonesia. Mengikuti aqidah Ahlussunnah wal jamaah. Islam yang tidak ekstrem kanan juga tidak ekstrem kiri," ucapnya.  

Sementara itu, lanjutnya, wawasan kebangsaan dipaparkan berkenaan dengan kesepakatan kebangsaan (al-ittagaqaat al-wathaniyah). Artinya, kata dia, NKRI sudah sesuai ajaran Islam, sudah final dan mengikat. "Cinta tanah air adalah bagian dari Iman. Membela negara adalah bagian dari implementasi beragama Islam," katanya. 

Sedangkan materi metode dakwah yang disepakati adalah yang menguatkan keagamaan Islam sekaligus memperkokoh persatuan dalam bingkai NKRI. Menurut dia, permasalahan khilafiyah harus ditoleransi dan menghormati perbedaan. 

"Tapi masalah penyimpangan (inhiraf) dan penodaan agama harus diamputasi," jelas Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok ini. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement