Kamis 14 Nov 2019 17:34 WIB

Ini Faktor Dominan Wanita Terlibat Terorisme Versi Aisyiyah

Terorisme belakangan melibatkan wanita.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Bom Bunuh Diri
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Bom Bunuh Diri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Faktor yang dominan mengapa perempuan terlibat dalam aksi terorisme adalah pemahaman mereka sendiri tentang ajaran Islam, terutama jihad. Lemahnya pemahaman mereka tentang itu memudahkan jalan masuk doktrin-doktrin keagamaan yang keliru.

"Jihad yang kebanyakan dimaknai sebagai kegiatan fisik dan penuh kekerasan. Dan pemahaman dari perempuan itu sendiri terhadap ajaran agama terutama persoalan jihad, yang masih sangat rendah," kata Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Aisyiyah, Atiyatul Ulya, kepada Republika.co.id, Kamis (14/11).

Baca Juga

Menurut Atiyatul, dua aspek tersebut memang berkaitan. Ketika pemahaman mereka soal jihad relatif terbatas, kemudian didoktrinasi secara kuat dari berbagai pihak, sehingga memudahkan perempuan terlibat lebih jauh dalam aksi-aksi ekstremisme. 

"Kalau perempuan-perempuan ini memiliki pemahaman yang bagus tentang jihad, meski sebegitu besar doktrinnya, saya pikir mereka bisa meng-counter dengan sendirinya, tapi kenyataannya tidak seperti itu, dan ini yang sering terjadi," tuturnya. 

Atiyatul menambahkan, kesadaran perempuan tentang kesamaan posisi mereka dengan laki-laki juga bisa menjadi faktor. Di satu sisi, pandangan ini bisa berdampak positif. Tapi di sisi lain, dalam konteks ekstremisme, dampak negatifnya yakni mereka merasa memiliki peran untuk aktif lebih jauh dalam aksi terorisme. 

"Jadi saat perempuan beranggapan memiliki tugas yang sama seperti laki-laki, maka mereka menganggap dirinya juga punya peran yang sama untuk menjadi pelaku bom bunuh diri itu misalnya. Seperti bom di Sibolga (Maret lalu), yang lebih memilih melakukan bom bunuh diri ketika rumahnya digeledah," ucapnya.

Bagi Atiyatul, cara untuk menangkal paham ekstremisme ini adalah dengan terus-menerus menyampaikan ajaran Islam yang penuh kedamaian dan rahmatan lil ‘alamin. Edukasi seperti ini harus disampaikan di semua lini, dari masyarakat di akar rumput, menengah, hingga level atas.

"Memang ini terlihat klise, tapi itulah yang kita bisa lakukan. Sementara kami di Aisyiyah, melakukannya melalui lembaga pendidikan dengan menanamkan Islam yang cinta damai misalnya dalam kurikulum pendidikan," imbuhnya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement