REPUBLIKA.CO.ID, Dalam banyak kesempatan, Rasulullah SAW kerap memberikan jawaban kepada sahabat tentang hal-hal yang disukai Allah SWT atau sebaliknya. Jawaban tersebut kadang berbeda-beda sesuai dengan kapasitas sahabat yang menanyakan.
Salah satunya adalah kisah berikut. Diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud, suatu ketika datang seseorang kepada Rasulullah, dan berkata: "Ya, Rasulullah saya telah sembilan hari melakukan perjalanan. Saya memacu terus kendaraan (kuda) saya tanpa henti," ujar orang tersebut.
Dari semua pertanyaannya, ternyata ia hanya ingin menanyakan bagaimana ciri orang yang disukai Allah dan ciri orang yang tidak disukai Allah. Rasulullah balik bertanya, "Bagaimana keadaanmu sekarang, wahai Zaidul Khair (nama orang tersebut)?".
"Ya Rasul, saya ini sangat suka sekali terhadap amal, dan saya suka sekali terhadap orang yang melakukan amal, saya paling suka bila amal itu menyebar! Saya pun merasa sedih andai ketinggalan berbuat amal. Saya rindu berbuat kebaikan. Dan saya sangat yakin bahwa Allah akan membalas semua amal yang banyak maupun yang sedikit," papar Zaid.
Rasulullah menjawab, "Itulah amalan yang disukai Allah. Andai Allah tidak suka kepadamu, maka engkau akan disiapkan untuk melakukan yang lain, dan tak peduli di jurang mana engkau akan binasa." "Cukup ya Rasul. Sekarang aku mau pergi," sambung Zaid.
Banyak hikmah yang kita dapat dari kisah di atas. Betapa tekad yang kuat akan menjadikan semua halangan menjadi tidak berarti. Lihatlah betapa jarak yang jauh tidak menghalangi Zaid untuk bertanya kepada Rasulullah tentang sesuatu yang amat urgen bagi perjalanannya.
Tapi hal terpenting bahwa Rasulullah telah memberikan pelajaran kepada kita tentang siapa orang yang dicintai Allah, dan siapa orang yang tidak dicintai-Nya. Melihat hal tersebut, tentu kita bisa mengintrospeksi diri, apakah kita tergolong orang yang disukai Allah, atau menjadi orang yang tidak disukainya? Kita sendiri yang bisa menjawabnya. Wallahua'lam