Jumat 08 Nov 2019 14:49 WIB

Pembinaan Mualaf Butuh Sinergi

mualaf salah satu asnaf yang kurang diperhatikan.

Mudzakarah Dakwah Indonesia Badan Amil Zakat Nasional di Bandung, Jawa Barat
Foto: Itsimewa
Mudzakarah Dakwah Indonesia Badan Amil Zakat Nasional di Bandung, Jawa Barat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menggelar Mudzakarah Dakwah Indonesia dengan tema Peran Zakat dalam Perkembangan Mualaf di Indonesia, 8-10 November 2019 di Bandung, Jawa Barat. Pembukaan Mudzkarah Dakwah Indonesia dibuka oleh anggota Komisioner Baznas, Prof KH Ahmad Satori Ismail.

Ketua Baznas Jabar Arif Ramdhani, mengatakan kegiatan ini sangat penting dan tepat untuk berjalan di Jawa Barat. Pusat Kajian Strategis Baznas menyebutkan Jawa Barat termasuk rawan pelemahan akidah dengan beragam cara.

Arif berharap, acara Mudzakarah ini menghasilkan gagasan untuk membentengi umat Islam dari berbagai masalah utamanya akidah dan menjaga mereka yang sudah memilih Islam untuk terus memperkuat akidahnya.

"Mualaf merupakan salah satu asnaf yang selalu dilupakan dan kurang diperhatikan. Perkembangannya pun sangat dinamis," kata dia dalam sambutannya.

 

Direktur Mualaf Center Baznas, Shalauddin el-Ayyubi, mengatakan perkembangan mualaf menunjukan positif namun tantangan untuk menjaga perkembangan itu tidak mudah. "Karenanya diperlukan pembinaan terhadap hidayah yang dimiliki para mualaf," kata dia.

Anggota Komisioner Baznas, Prof KH Ahmad Satori Ismail, mengungkap masih ada pihak yang belum  mendapatkan nikmat Islam sebagai agama rahmatan lil alamin. Karenanya mereka yang belum mendapatkan rahmat perlu dibantu. Salah satunya melakui zakat.

"Salah satu penerima zakat ini adalah mualaf," kata dia.

Diungkap Kiai Satori,  mualaf itu adalah individu dengan kondisi akidah yang lemah sehingga perlu pertolongan. Sementara, kebutuhan untuk penanganan mualaf ini sangat banyak.

"Ada 170 mualaf di Sulawesi Tengah yang membutuhkan bukan sekedar ekonomi tetapi juga akidah, sosialnya sehingga bisa menyatu dengan umat Islam. Jadi persoalannya sangat banyak," kata dia.

Mantan Ketua Baznas, Prof Didin Hafidhudin mengatakan, persoalan mualaf ini membutuhkan sinergi. Tidak bisa dilakukan secara tunggal namun berkolaboraai dan sinergi. "Problem keumatan dan kebangsaan semakin berkembang dan kompleks. Solusinya adalah dipecahkan secara bersama-sama," kata Prof Didin.

Diungkap Guru Besar IPB ini, tugas pertama dari lembaga zakat ini sangat luar biasa yakni mengubah penerimq zakat (mustahik) menjadi Muzaki. Dicontohkan Prof Didin, pada masa Umar bin Abdul Aziz tahapan pengelolaan zakat itu secara konsisten mengubah mustahik menjadi muzaki hanya dalam beberapa tahun.

"Jadi, keberhasilan LAZ bukan diukur dari pengumpulan zakat tetapi keberhasilan menjadikan mustahik menjadi muzaki. Ini tantangan kita bersama," kata dia.

Prof Didin melanjutkan, dunia zakat itu satu kesatuan dengan filosofi at-Taubah 60 dan at-Taubah 103. Kuncinya pada distribusi. "Perlu mindset pengelolaan zakat harus dilakukan secara bersama. Jadi bukan bersaing," kata dia.

Tugas kedua, kata dia, adalah dakwah. Dakwah itu adalah sebuah kebutuhan. Dari kebutuhan itu, ada tiga hal orientasinya dalam dakwah yakni dakwah menyampai Islam, termasuk terhadap non-Muslimdengan cara-cara yang baik dan berkesinambungan. 

"Alhamdulillah kita bisa melihat, saya optimis ke depan kalau kita bersungguh-subgguh berdakwah cahaya Islam terus berkembang," kata dia.

Seperti mualaf, kata dia, perlu ada kegiatan guna menjadikan mualaf sebagai pribadi muslim yang baik. Tidak boleh status mualaf itu selamanya. Karenanya Prof Didin mengungkap, ada sejumlah kebutuhan yang diperlukan mualaf. Seperti informasi tentang Islam yang benar dan bertahap semacam kurikulum berbasis Alquran dan Hadis. Selanjutnya, pembiasaan dan pelatihan menjalani ajaran Islam.

"Lalu mualaf butuh contoh dan keteladanan," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement