Kamis 07 Nov 2019 23:43 WIB

Wahdah Islamiyah: Baiknya Menag Fokus Pembinaan Pesantren

Pembinaan pesantren justru menjadi prioritas.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Ustaz Zaitun Rasmin usai menerima kunjungan Taliban di kantor MUI pusat, Selasa (27/7).
Foto: Republika/Fuji E Permana
Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Ustaz Zaitun Rasmin usai menerima kunjungan Taliban di kantor MUI pusat, Selasa (27/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wahdah Islamiyah mendukung Kementerian Agama (Kemenag) untuk lebih fokus pada persoalan di dunia pendidikan Islam. 

Menurutnya, perlu ada upaya peningkatan mutu di berbagai sekolah dan perguruan tinggi Islam secara konsisten. 

Baca Juga

"Misalnya seperti pendidikan pesantren perlu mendapat perhatian supaya ada peningkatan kualitas," tutur Ketua Umum Wahdah Islamiyah Muhammad Zaitun Rasmin kepada Republika.co.id, Kamis (7/11).

Salah satu upaya peningkatan kualitas dan mutu pendidikan Islam, menurut Zaitun, dengan memberi porsi anggaran yang lebih memadai kepada lembaga-lembaga pendidikan Islam, baik itu yang di bawah Kemenag maupun ormas Islam. 

Karena menurutnya, ormas Islam punya peran penting meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Misalnya dengan alokasi anggaran yang lebih signifikan untuk ormas Islam, lembaga-lembaga pendidikan termasuk pesantren-pesantren, dan bantuan untuk pelaksanaan pendidikan itu. 

Zaitun melanjutkan, porsi anggaran tersebut juga harus diberikan secara signifikan terutama kepada tenaga pengajar di berbagai lembaga pendidikan Islam. Sebab dia mengakui, banyak di antara mereka yang kondisi perekonomiannya masih jauh dari sejahtera. 

Padahal, jelas Zaitun, guru-guru tersebut menjalan tugasnya dengan sepenuh hati, waktu dan jiwa untuk mendidik anak bangsa. "Kalau bisa, tenaga-tenaga pengajar di sekolah Islam ini bisa dimaksimalkan untuk mendapat sertifikasi dan berbagai macam dukungan lainnya agar bisa melaksanakan tugas sebaik-baiknya," katanya. 

Zaitun menambahkan, persoalan lain seperti radikalisme seharusnya tidak diangkat. Bukan tidak perlu dihadapi, tetapi perlu cara yang konstruktif untuk mengatasinya. Misalnya dengan memberikan pendidikan kepada para dai dan penyuluh tentang wasatiyatul Islam.

"Dengan melibatkan Majelis Ulama Indonesia, melibatkan stakeholder lain yang bisa memberi pemahaman tentang wasatiyatul Islam sehingga ini akan kuat di masyarakat. Bersama-sama kita menghadapi radikalisme negatif itu secara konstruktif," tuturnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement