Senin 04 Nov 2019 11:00 WIB

Berapa Jumlah dan Bagaimana Menyusui Dianggap Saudara?

Ulama berbeda pendapat jumlah menyusui dianggap saudara.

Rep: Zahrotul Oktaviani / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Wanita Menyusui Bayi
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ilustrasi Wanita Menyusui Bayi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anjuran untuk menyusui bayi yang baru lahir hingga mereka berumur dua tahun tidak hanya diucapkan para dokter tapi juga disebutkan oleh Allah SWT. Hal ini tertulis dalam QS al-Baqarah ayat 233.

"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut."  

Baca Juga

Menyusui bayi orang lain memiliki konsekuensi hukum syar'i, yaitu menjadi haram untuk dinikahi. Ada dua kelompok yang haram untuk dinikahi karena ar-radha' ini, yaitu ibu yang menyusui serta nasabnya ke atas serta anak dari ibu yang menyusui (saudara sepersusuan). 

Dari Ibnu Abbas RA, dalam HR Bukhari Nabi SAW bersabda, "Persusuan itu menyebabkan terjadinya hubungan mahram, sama seperti mahram karena nasab."  

Para ulama berbeda pendapat tentang kadar susuan yang menyebabkannya menjadi saudara sepersusuan. Ulama Mazhab Hanafiyah, Malikiyah, dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya menyebut mahram sepersusuan jika bayi telah meminum air susu meski jumlahnya sedikit atau banyak.

Madzhab Syafi’i dan Hanbali mengatakan susuan yang mengharamkan adalah jika telah melewati lima kali susuan secara terpisah. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah RA dalam HR Muslim, "Dahulu dalam Alquran susuan yang dapat menyebabkan menjadi mahram ialah sepuluh kali penyusuan, kemudian hal itu dinasakh (dihapus) dengan lima kali penyusuan saja. Lalu Rasulullah SAW wafat, dan ayat-ayat Alquran masih tetap di baca seperti itu."

Sementara Imam Ahmad dan Ibnu al-Mundzir berpendapat, susuan baru terikat menjadi mahram jika sudah lebih dari tiga term. Mereka berdalil dengan hadis Rasulullah SAW, "Tidak haram untuk menikah karena sekali atau dua kali susuan." (HR Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah).

Sidiq Hassan Khan dalam Raudhatu an-Nadiyah menyebut satu term ini dinilai ketika bayi menyusu, setelah kenyang dia melepas susuan tersebut menurut kemauannya. 

Jika dia menyusu lagi setelah satu atau dua jam, maka terhitung dua kali susuan dan seterusnya sampai lima kali menyusu. Kalau si bayi berhenti untuk bernafas, atau menoleh kemudian menyusu lagi, maka hal itu dihitung satu kali susuan saja

Teknik pemberian ASI juga mempengaruhi hukum fikihnya. Para Ulama sepakat ASI yang diminum langsung dari sang ibu hukumnya menjadi mahram, sementara yang tidak diminum secara langsung oleh beberapa ulama dikategorikan sebagai radha'.

Mayoritas ulama mengatakan bahwa yang penting adalah sampainya air susu tersebut ke dalam perut bayi, sehingga membentuk daging dan tulang. 

Caranya bisa dengan menghisap langsung dari perempuan langsung, dengan cara as-su'uth (memasukkan susu ke lubang hidungnya), maupun dengan cara al-wujur (menuangkannya langsung ke tenggorakannya ), atau dengan cara yang lain (menggunakan botol).

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement