Senin 04 Nov 2019 06:37 WIB

Kasus Perusakan Makam Muslim di Afsel Mulai Terungkap

Perusakan makam di Afrika Selatan ini kali pertama terjadi.

Rep: Rizky Suryarandika/ Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Nashih Nashrullah
Pemakaman, ilustrasi
Foto: ina febriani
Pemakaman, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, CAPE TOWN— Polisi menemukan titik terang atas kasus perusakan 80 makam Muslim di Mowbray, Cape Town, Afrika Selatan. Polisi mendapat informasi dari masyarakat yang tinggal di sekitar makam. 

Polisi juga menemukan barang-barang di sekitar makam yang dianggap mampu membantu pengungkapan kasus.

Baca Juga

"Kami memperoleh informasi dari seseorang yang tinggal di pegunungan," kata juru bicara otoritas setempat, Cedric Thomas dilansir dari News24, Ahad (3/11).

"Kami menemukan nisan, pot tanaman, dan jejak orang berada di makam," tambahnya.

Thomas juga menyebut ditemukannya sejumlah kain pembungkus jenazah. Hingga saat ini, dirinya masih menunggu informasi lain dari masyarakat terkait insiden itu. 

Pada jumpa pers Jumat lalu yang diadakan di pemakaman, partai politik Al Jama-ah meminta pemerintah nasional untuk melarang satanisme di sekolah. Pemimpin Partai Al-Jamah-ah, Ganief Hendricks, menuding tindakan ini sebagai perbuatan setan. 

Ia membantah hal ini disebut sebagai prank perayaan Hallowen.  "Ini perbuatan setan. Otoritas keamanan negara harusnya bisa mendeteksi ini lebih awal agar tak terjadi," keluhnya sembari menyerukan kepada masyarakat untuk menahan diri terhadap target.    

Sementara itu, Adam Tenda, warga yang tinggal di Gansbaai yang sengaja berkendara ke Cape Town untuk mencari tahu terkait keamanan makam mertuanya. Ketika tiba di lokasi, ia hanya berdiri di atas kuburan selama beberapa waktu, karena tertekan dengan vandalisme itu.

“Ini adalah terorisme emosional. Itu menjijikkan. Untuk alasan apa pun itu dilakukan, tidak akan pernah ada pembenaran untuk itu. Bukannya seolah-olah orang dimakamkan dengan perhiasan, bukan seolah-olah mereka dimasukkan ke dalam peti mati yang mahal. Jadi ini bukan perburuan harta karun, itu adalah sesuatu yang lain. Itu berbahaya,” kata Tenda seperti dilansir dailymaverick, Senin (3/11).

Berdasarkan, Anggaran Dasar Kota Cape Town, tidak ada orang yang diizinkan untuk merusak apapun, atau sekadar menodai bagian mana pun dari makam di tersebut. Lebih jauh, siapa pun yang tertangkap akan dihukum dan dikenakan denda sekitar R 50 ribu (sekitar Rp 46 juta) atau enam bulan penjara atau bahkan, keduanya. 

Staf keamanan di pemakaman itu juga mengklaim bahwa kondisi pemakaman yang gelap gulita karena tidak ada penerangan baik itu lampu jalan atau tanah di sekitarnya, cukup menyulitkan. 

“Pemakaman ini sudah tua, mungkin sudah 130 tahun sekarang, dan yang seperti ini, belum pernah terjadi sebelumnya, ”kata Bendahara Dewan Pemakaman Muslim Mowbray, Neematola Hendricks.  

Namun demikian, menurut Hendricks, ada upaya yang bisa dilakukan. Meskipun sejauh ini, tidak ada saksi, ataupun pihak yang berani untuk bertanggung jawab atas tindakan tersebut.  

“Kami pergi ke polisi di pagi hari, tetapi mereka memberi tahu kami bahwa tidak ada yang bisa mereka lakukan. Kemudian kami kembali lagi dan mereka lebih membantu, mereka membuka kasus vandalisme untuk kami. Tapi apa yang bisa kita lakukan? " terangnya.   

Terpisah, Dewan Yudisial Muslim (MJC) juga ikut menggemakan perasaan masyarakat umum, khususnya anggota keluarga ataupun muslim yang ikut terdampak karena hal tersebut. 

Ketua komite manajemen pemakaman MJC, Sheikh Riad Fataar, mengatakan situasi saat ini sangat menyedihkan bagi dewan. Fataar menambahkan, tidak diketahui apakah simbol-simbol tersebut adalah hasil kerja kelompok agama, aliran sesat atau semata-mata akibat intoleransi agama.   

Menurut Fataar, MJC juga dipastikan melihat tindakan itu sebagai serangan Islamafobik. Namun demikian, dewan juga meminta kepada masyarakat untuk tidak menyalahkan orang lain tanpa bukti, terutama kelompok agama lain.

“Orang-orang sedih, tetapi saya senang melihat bahwa orang-orang tidak bereaksi dalam kemarahan. Kita tidak boleh menyalahkan orang kristen hanya karena ada salib di sana,” kata Fataar.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement