Rabu 30 Oct 2019 18:58 WIB

Aksi Terorisme Harpon Tandai Bahaya Infiltrasi di Prancis

Harpon melakukan aksi teror di markas kepolisian tempatnya bekerja.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi pembunuhan.
Ilustrasi pembunuhan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Aksi kriminalitas kembali muncul di Paris Prancis, dengan pelaku oknum Muslim bernama Mikael Harpon (45 tahun).

Jumat (4/10) lalu, Mikael Harpon (45 tahun) dalam aksinya melakukan penggerebekan di tempat kerjanya, markas polisi. Alhasil tiga orang petugas polisi dan satu karyawan sipil meninggal.  

Baca Juga

"Itu adalah perbuatan tanpa preseden dalam sejarah terorisme Islam," tulis seorang pengamat di surat kabar Prancis Le Figaro, sepert dilansir Frontpagemag, Rabu (30/10). 

Lebih lanjut, dalam penyerangannya terhadap lima orang tersebut, empat orang meninggal dan salah satu pekerja SDM wanita selamat setelah mengalami luka di tenggorokannya.

Mikael yang merupakan seorang karyawan informasi komputer di Direktorat Intelijen markas besar kepolisian, mulai bekerja di sana pada 2003 atau sekitar 16 tahun lalu, baru empat tahun kemudian, dia mulai memeluk Islam. 

Berdasarkan informasi yang dihimpun, dia merupakan karyawan yang berdedikasi dan efisien. Bahkan menurut serikat pekerja, dia merupakan karyawan teladan dalam sejarah. Namun demikian, pada 2015 dia mulai menunjukan tanda-tanda radikalisasi.  

Menurut berbagai kesaksian, Harpon yang lahir di Martinik, menganut visi radikal Islam dan memiliki kontak dengan individu-individu dari gerakan salafi. 

Lebih jauh, Dinas Intelejen setempat dikatakan memiliki kelemahan dalam mendeteksi radikalisasi dari Harpon. 

Sebab, masih mengutip Le Figaro, Harpon dengan pekerjaanya yang mendukung, melakukan upaya dengan mendeteksi arus menuju radikalisasi secara terbuka. 

Hal tersebut berbeda dengan beberapa ekstremisme lainnya yang berupaya menyembunyikan radikalismenya. 

Harpon dalam pekerjaan intelejennya sebagai spesialis teknologi informasi, dinilai memiliki akses ke sejumlah rahasia, baik itu informasi penyamaran, termasuk nama agennya yang terlibat dalam operasi melawan ekstremisme di kota tersebut. 

Hal tersebut masih sangat dikhawatirkan oleh kepolisian dan berbagai pihak lainnya. Bahkan, hal itu dipertegas ketika polisi menemukan USB flash drive yang mengimpun informasi pribadi agen, saat ini kepolisian juga sedang menyelidiki apakah informasi tersebut sudah tersebar atau tidak. 

Dalam prosesnya, pada hari penyerangan, Harpon mengawali aktivitas seperti biasanya, bahkan dia digambarkan sebagai karakter religius. 

Namun demikian, pada saat waktu makan siang, dia diketahui membeli pisau keramik dengan ukuran 20 cm, dan pisau tiram lainnya.

Ketika mulai memasuki jam kerja kembali, dia kemudian menyerang tiga orang pria yang hendak makan hingga membunuhnya. Kejadian tersebut dilakukan dalam waktu tujuh menit. Dia yang kemudian hendak memasuki kantor, terhalang karena lokasi sudah tertutup. 

Tak berhenti di sana, Harpon yang kalap kemudian menuruni tangga bawah, dan menemui dua wanita, hingga akhirnya membunuh satu orang dan melukai satunya. Harpon yang sudah diidentifikasikan sebagai teroris, melanjutkan perjalanannya ke arah taman, hingga akhirnya bertemu seorang perwira yang menghadangnya.

 Ketika Harpon diminta untuk menyerahkan diri dan memerintahkan Harpon untuk menjatuhkan pisaunya tiga kali berturut, Harpon menolak. Akhirnya, petugas tersebut menembak Harpon di badan untuk melumpuhkannya. Melihat Harpon yang masih melawan, dia kemudian menembak ke kepala Harpon.

 Sebelum kejadian tersebut, sekira pukul tiga atau empat pagi, Harpon diketahui berteriak. Tetangga yang mendengarnya juga hanya beranggapan bahwa dia sedang mengalami kesehatan mental. Namun demikian, terlepas dari kesehatan atau mentalnya, Harpon telah membunuh empat orang dan melukai satu wanita lainnya.

Namun demikian, seorang penulis di Le Figaro mempertanyakan suatu hal terkait Harpon yang berada di posisi yang sensitif. "Apakah kita harus takut bahwa profil lain dari jenis ini lewat di bawah radar?" Tanyanya. 

Mengingat hal tersebut, pemerintah Prancis sebelumnya juga mengatakan kepada masyarakatnya untuk terbiasa dalam serangan terror. Dan itu berarti termasuk dalam pelayanan publik juga. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement