Rabu 30 Oct 2019 04:00 WIB

Perkara ini Wajib Diperhatikan Menurut Islam Soal Berhutang

Berhutang harus memperhatikan adab.

Memberi uang, dan membayar hutang (ilustrasi).
Foto: Republika/Musiron
Memberi uang, dan membayar hutang (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Berutang diperkenankan dalam Islam, sebagaimana hadis Rasulullah SAW, diriwayatkan dari 'Aisyah RA, "Nabi SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tidak tunai, kemudian beliau menggadaikan baju besinya." (HR Bukhari).

Tetapi, kebolehan tersebut dengan memenuhi adab dan akhlak berikut. Pertama, kreditur (pihak yang memin jamkan dana) yang menemu kan saudaranya membutuhkan pinjaman, maka segera membantunya. 

Baca Juga

Sebagaimana firman Allah SWT, "Dan tolongmenolonglah kamu da lam (me nger jakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS al-Maidah: 2). Mem bantu orang lain yang mem butuhkan termasuk tolong-menolong dalam kebaikan.

Kedua, kreditur tidak boleh mengambil imbalan bersyarat atas jasa pinjamannya. Misalnya, A meminjam uang Rp 10 juta kepada B yang mempersyaratkan pengembaliannya mele bihi pokok pinjaman, maka kelebihan tersebut adalah riba jahiliyah yang diharamkan. Hal itu sesuai dengan kaidah "setiap manfaat bersyarat yang diterima kreditur itu riba". Kecuali, jika atas inisiatif debitur (tanpa diperjanjikan) maka dibolehkan.

Ketiga, debitur (peminjam) boleh meminjam, tetapi dengan iktikad yang bersangkutan mampu menunaikan utangnya pada masa yang disepakati. Oleh karena itu, tidak diper kenankan meminjam dalam kondisi tidak mampu menunaikan pinjaman tersebut.

Keempat, semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan finansial dan fasilitas dalam batas standar (se der hana atau tidak berlebihan) agar tidak menyebabkan defisit dan berutang. Adab-adab tersebut di atas sebagaimana pesan dan keteladanan Rasulullah, para sahabat, dan ulama salaf, karena hidup sederhana adalah keteladanan Rasulullah SAW dan para sahabat. Di antara maknanya adalah memenuhi hajat hidupnya sesuai kebutuhan tanpa berlebihan.

Berbelanja karena kebutuhan, memiliki sesuatu karena kebutuhan. Sebaliknya, berbelanja tanpa ke butuhan, memiliki sesuatu yang tidak dibutuhkan, itu bukan dari adab Islam. Hal itu ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam banyak hadisnya, di antaranya Rasulullah SAW bersabda, "Jauhilah gaya hidup mewah. Sesungguhnya hamba-hamba Allah itu bukan orang-orang yang bermewah-me wahan." (HR. Ahmad). Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, "Se sung guhnya hidup se derhana termasuk bagian dari iman." (HR Jamaah).

Jika kesederhanaan menjadi tuntunan, sebaliknya menghambur-ham burkan harta adalah perbuatan ter cela. Banyak sekali ayat dan hadis menegaskan larangan itu, di an ta ranya sebagaimana firman Allah SWT, "Dan janganlah kamu meng hambur-ham burkan (hartamu) se cara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan." (QS al- Isra' : 26-27). Firman Allah SWT, "Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS al-A'raf: 31).

Juga sebagaimana hadis Rasulullah SAW, "Sesungguhnya Allah meridhai tiga hal dan murka dengan tiga hal. Allah ridha jika kalian menyembah-Nya dan tidak mem per sekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan (Allah ridha) jika kalian ber pegang pada tali Allah seluruhnya dan kalian saling menasihati terhadap para penguasa yang mengatur urusan kalian. Sebaliknya, Allah murka jika kalian sibuk dengan desas-desus, banyak mengemukakan pertanyaan yang tidak berguna, serta membuang-buang harta." (HR. Muslim).

Imam Qatadah berkata, "Yang na manya tabdzir (pemborosan) ada lah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru, dan pada jalan untuk berbuat kerusakan."

Begitu pula Imam an-Nawawi menerangkan alasan larangan peng ham buran tersebut. Beliau berkata, "Sesungguhnya pemborosan harta akan menyebabkan orang meminta-minta kepada orang lain. Sedangkan, penyediaan harta memberikan maslahat akan hajat dunianya. Jika kemampuan keuangannya stabil maka akan berpengaruh terhadap agamanya. Sebab, jika keuangannya stabil, seseorang bisa berfokus pada urusanurusan akhiratnya. 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement