Ahad 27 Oct 2019 23:13 WIB

Jenazah Dimakamkan di Kampung Halaman, Bolehkah?

Pemakanan di kampung halaman tidak boleh merusak jasad.

Ambulans Barzah Dompet Dhuafa rata-rata bisa mengangkut 30 jenazah korban gempa dan tsunami setiap harinya. Sabtu (6/10).
Foto: Republika/Fuji Eka Permana
Ambulans Barzah Dompet Dhuafa rata-rata bisa mengangkut 30 jenazah korban gempa dan tsunami setiap harinya. Sabtu (6/10).

REPUBLIKA.CO.ID, Ada beberapa kasus yang kadang menyulitkan penguburan ketika jenazah wafat. Misalnya, jenazah tidak memiliki kartu identitas (KTP) daerah setempat sehingga tidak dapat dimakamkan. 

Kasus lainnya, tidak terdapat pemakaman Muslimin di daerah jenazah wafat, mahalnya biaya pemakaman sehingga keluarga miskin tak dapat membayarnya, dan lain-lain.

Baca Juga

Rasulullah memerintahkan kita menyegerakan penyelenggaraan jenazah dan tidak menundanya tanpa alasan syar’i. Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Saya mendengar Rasul bersabda, ‘Bersegeralah kalian ketika membawa jenazah. Bila dia orang saleh, kalian segera mendekatkannya kepada kebaikan. Dan, bila bukan orang saleh, kalian segera meletakkan kejelekan dari punggung-punggung kalian.’’ (HR Bukhari dan Muslim, ini lafaz Muslim).

Para ulama menjelaskan, yang dimaksudkan hadis ini bukan sekadar bersegera membawa mayit ke kuburannya. Melainkan pula, kita bersegera mengurus mayit, yaitu memandikan, mengafankan, menyalatkan, hingga menguburkannya. Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda, ‘Apabila salah seorang di antara kalian meninggal, janganlah kalian menahannya dan segeralah memakamkannya.” (HR Thabrani).

Berdasarkan hadis di atas, sebagaimana yang dikerjakan Nabi dan para sahabatnya, setiap jenazah dimakamkan di tempat ia wafat. Tidak menunda-nundanya dalam waktu lama. Tidak pula menguburkan di kampung halaman yang jauh jaraknya. Dalam masalah memindahkan mayit dari daerah ia meninggal ke daerah lain untuk dikuburkan, ini ada beberapa pendapat ulama.

Para ulama Mazhab Maliki berpendapat, boleh memindahkannya jika tidak merusak kehormatan si mayit dan tidak menyebabkan jenazah mayit itu berubah atau rusak. Menurut ulama Mazhab Hanbali, makruh hukumnya memindahkan mayit tan

pa ada keperluan. Sedangkan, ulama Mazhab Hanafi berpendapat, makruh memindahkan mayit jika jaraknya lebih dari dua mil atau sekitar 3,2 km.

Sementara, menurut ulama Mazhab Syafi’i, ada dua riwayat, yaitu yang mengharamkan dan memakruhkan pemindahan mayit. Meskipun aman dari kemungkinan berubah atau rusak tetapi akan mengakibatkan tertundanya penguburan mayit. 

Pada dasarnya, jumhur ulama berpendapat tidak boleh memindahkan mayit untuk dikuburkan di daerah lain. Kecuali, jika memang ada alasan syar’i.

Di antara alasan syar’i yang disebutkan para ulama adalah jika si mayit meninggal di daerah yang kemungkinan besar kuburannya akan dirusak atau diabaikan begitu saja. Alasan lainnya, dia meninggal di wilayah orang kafir sehingga tidak ada kuburan khusus untuk kaum Muslimin atau agar ia dikuburkan di dekat keluarganya supaya mudah diziarahi.

Ibnu Hajar dalam kitab Fath al-Bari menjelaskan, para ulama berbeda pendapat tentang boleh atau tidaknya memindahkan mayit dari satu daerah ke daerah lain. Sebagian mengatakan, makruh hukumnya karena menyebabkan penundaan penguburannya sehingga merusak kehormatan si mayit. Sedangkan, sebagian lain mengatakan, hal itu dianjurkan.

Yang lebih utama adalah menerapkannya pada dua keadaan. Pertama, dilarang jika tidak ada tujuan yang kuat, seperti dikuburkan di tanah yang dimuliakan, dan pelarangan itu bertingkat serta memungkinkan sampai kepada haram. Kedua, dianjurkan jika dekat dengan tanah yang dimuliakan sebagaimana yang ditegaskan Imam Syafi’i.

Menurut dia, dianjurkan memindahkan mayit ke tanah yang lebih diutamakan, seperti Makkah dan yang lainnya. Karena itu, dalam kasus di atas  yang lebih utama adalah menguburkan mayit di daerah tempat dia meninggal. Jadi, kita bisa menyegerakan penyelenggaraan jenazah sampai dikuburkan. Para ulama menjelaskan, tidak ada kewajiban melaksanakan wasiat seperti itu.

Tapi, jika berkenan melaksanakan wasiat tersebut, hal itu dibolehkan. Dengan catatan, jenazah tidak akan rusak atau berubah. Mengingat, sarana transportasi sudah memungkinkan evakuasi secara cepat sehingga tidak menyebabkan penundaan penguburan si mayit terlalu lama.

 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement