REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah bangunan terlihat berdiri kokoh tepat di samping jalan utama Cirangkong, Kecamatan Cijambe, Subang, Jawa Barat. Bangunan berukuran 600 meter persegi tersebut diperkirakan cukup untuk mengolah 190 kg buah nanas per-harinya.
Bangunan bakal pabrik ekstrak nanas tersebut memang masih belum jadi seutuhnya. Belum terlihat adanya mesin-mesin terpasang di sana. Hanya didapati beberapa properti diletakkan di beberapa ruangan.
Manajer Divisi Ekonomi Dompet Dhuafa, Kamaluddin, menyebutkan awal dimulainya pembangunan pabrik pada akhir 2015 dan ditargetkan selesai akhir tahun ini. “Insya Allah, 2020 nanti kami sudah mulai uji coba beroperasi. Syukur-syukur sudah bisa memproduksi,” tutur Kamal dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Jumat (25/10).
Menurut Kamal, alasan dibangunnya pabrik olahan nanas karena Kabupaten Subang terkenal sebagai salah satu daerah penghasil buah nanas terbesar. Benar, di beberapa kawasan pendatang akan disuguhi berhektar-hektar perkebunan nanas.
Jangankan di kawasan perkebunan, di sepanjang jalan di beberapa daerah Kabupaten Subang, para pengguna jalan akan selalu disapa oleh pedagang-pedagang nanas yang berderet.
Meski begitu, kalimat keluh seringkali keluar dari bibir para petani. Saat memasuki musim panen, tak sedikit pengepul-pengepul nakal dengan seenaknya memainkan harga pasar. Banyak dari mereka kesulitan dalam memasarkan hasil panenan.
Karena tidak ingin menyimpan terlalu lama dengan alasan khawatir busuk, akhirnya mau tidak mau para petani nanas harus rela menjual dengan harga rendah. Alhasil, biaya berkebun kerap kali tak tertutup oleh hasil penjualan saat panen tiba.
Dengan alasan tersebut, Dompet Dhuafa menginisiasi pembangunan pabrik di kawasan perkebunan Desa Cirangkong. Kamal mengamati Desa Cirangkong mempunyai potensi kebun nanas hingga 22 hektar.
Pada 2014 dengan menggunakan donasi Indonesia Berdaya, Dompet Dhuafa berhasil membebaskan tanah seluas 10 hektar untuk dimanfaatkan sebagai lahan wakaf produktif, salah satunya kebun nanas. Saat ini Dompet Dhuafa sudah mengelola sekitar 50 persen tanah tersebut, dan dimanfaatkan sebagai kebun nanas, buah naga, serta peternakan domba.
Berdiri di atas dana wakaf pada ketinggian +/-400 meter di atas permukaan air laut, pembangunan pabrik melibatkan berbagai lapisan masyarakat. Dengan begitu, warga pun sangat baik menerima kehadiran Dompet Dhuafa beserta seluruh program-program yang bergulir di sana.
Dari perkebunan menuju pabrik pun tak begitu jauh terasa. Sekitar dua kilometer jarak antara pabrik menuju perkebunan Indonesia Berdaya.
“Nantinya karyawan-karyawan pabrik juga akan diambil dari warga sekitar. Menghindari kecemburuan sosial, perekrutannya juga kami lakukan secara selektif, melalui beberapa tahap rekrutmen seperti pada umumnya,” ujar Kamal.
Pada 17 Oktober lalu, sejumlah blogger Bandung mendapat kesempatan mengunjungi area pabrik nanas Subang. Masuk melalui gerbang utama pabrik, pengunjung diperlihatkan lorong tempat dropping buah-buahan hasil perkebunan.
Kemudian 90 derajat berbalik ke arah kanan dan maju beberpa langkah, pengunjung sudah masuk dalam ruangan produksi pengolahan. Terlihat di sana beberapa ruangan yang disekat dengan tembok dan tirai berbahan mika. Di situlah tempat diolahnya nanas menjadi ekstrak nanas.
Bergeser ke sebelah kanan, terdapat lorong menuju ruang pengemasan. Hasil penggilingan nanas kemudian dikemas di ruangan tersebut untuk kemudian didinginkan di gudang penyetokan produk. Itulah output akhir yang nantinya akan dikirim ke berbagai industri lain untuk diolah kembali.
“Produk akhir kami hanya sampai pada ekstraknya saja. Setelah itu dikirim ke berbagai industri lain, industri selai nanas misalnya, atau jus kemasan nanas, dan yang lainnya. Yang jelas pasar selanjutnya sudah ada,” ujarnya.
Selain memberdayakan warga sebagai karyawan pabrik, Dompet Dhuafa juga memberdayakan warga lainnya untuk masuk dalam koperasi bersama Desa Cirangkong. Koperasi tersebut akan mengolah seluruh buah nanas dari para petani. Fungsinya adalah sebagai pemilah buah, pengupas dan yang memastikan layak atau tidaknya buah masuk pabrik olahan.
“Pabrik tinggal menerima buah kupasan dari koperasi. Proses seleksi buah, standarisasi dan lainnya dilakukan di koperasi. Dari koperasi nanti baru kita beli dengan harga Rp. 2.500 per buahnya. Harga tersebut akan selalu stabil dalam berbagai kondisi panen,” ucap Kamal.