Kamis 24 Oct 2019 20:00 WIB

Kisah Tobatnya Freddy, Gembong Narkoba Jelang Eksekusi Mati

Freddy mengalami perubahan total jelang eksekusi mati.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman.
Foto: Antara
Terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Koordinator Pembimbing Kerohanian Islam se-Lapas Nusakambangan, Hasan Makarim, memaparkan kisah perjalanan spiritual Freddy Budiman, gembong narkoba menjelang eksekusi matinya Juli 2016 lalu. 

Freddy adalah terpidana mati kasus peredaran narkoba dengan membawa 1,4 juta butir pil ekstasi dari China ke Indonesia.

Baca Juga

Hasan Makarim merupakan pembimbing kerohanian Islam di Lapas Nusakambangan sejak 1991. Mulai 2008, dia mendapat tugas mendampingi para terpidana eksekusi mati. 

Salah satu yang dibimbing olehnya adalah Freddy. Tiga hari menjelang eksekusi mati, Freddy meminta untuk bisa bertemu Hasan. Padahal Hasan sendiri belum pernah mengenalnya.

Tidak ada yang mengetahui alasan maupun tujuan permintaan Freddy itu. Freddy hanya menyampaikan ingin bertemu Hasan. "Kemudian saya diizinkan petugas dan kanwil, saya tengok di ruang selnya, dia dalam keadaan di atas sajadah lagi baca Alquran, terus dia terperanjat melihat saya," jelas Hasan.

Hasan tidak melakukan kontak fisik dengan Freddy karena pergerakannya dibatasi dan dikawal ketat petugas. Saat itu Freddy menyampaikan keinginannya betul-betul bertobat. "Saya berubah mulai hari ini di Nusakambangan, saya hijrah," ucap Hasan meniru perkataan Freddy. Hasan membalasnya, "Kapan lagi, jenengan ini pidana berat, pidana maksimal hukuman mati, segeralah bertobat." 

Hasan melihat, ada perubahan yang luar biasa dalam diri Freddy. Perubahan ke arah positif. Kesehariannya jelang eksekusi itu hanya beribadah dan membaca Alquran.

"Kita jangan melihat masa lalunya, karena Allah sangat memperhatikan hidup seseorang pada akhirnya seperti apa," kata Hasan di hadapan ratusan mahasiswa di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Kamis (24/10).

Tibalah waktunya, Hasan dan Freddy berangkat menuju lokasi eksekusi yang berada di hutan. Hujan turun begitu deras. Banjir lumpur hingga sedengkul. Petir menyambar tak karuan. Tak ada listrik, gelap gulita, senter hanya dipegang oleh petugas tertentu. 

Momen inilah yang selalu tersimpan dalam memori Hasan. Dalam pengalamannya, Hasan mengakui hujan dan petir selalu turun menjelang eksekusi. Tapi hujan-petir saat itu paling besar dari suasana eksekusi sebelumnya.

"Satu hal yang sangat istimewa, ketika saya di lokasi itu duduk bersebelahan (dengan Freddy), sebelum ke depan dipasang. Hujan deras dan petir yang paling besar ketika itu. Banjir lumpur. Percuma itu tenda, basah kuyup, dan saya mendengar petir itu sambil pelukan dengan Freddy Budiman, sambil berzikir dan berdoa semoga terhindar dari sambaran petir," kata Hasan menceritakan dengan penuh gelora.

Setelah hujan-petir itu mereda, Hasan membisikkan doa dan zikir kepada Freddy. Hasan memfokuskan pikiran, hati, dan doanya untuk kemudian dinaikkan ke langit yang paling atas. Lantas memegang dada dan tangan Freddy. "Sesudah tenang, saya lepas pelukan itu, terus minggir ke belakang, selesai," tuturnya.

photo
Ibu dari terpidana mati kasus penyalahgunaan narkoba berkewarganegaraan Indonesia, Freddy Budiman, Nursiah (kiri) berdoa di depan pusara di Tempat Pemakaman Umum Mbah Ratu, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (29/7).

Cerita Hasan kembali ke waktu sore sebelum eksekusi yang dilakukan dini hari. Saat memasuki waktu Ashar, Hasan mengumpulkan seluruh anggota keluarga Freddy. Mulai dari ibunya, anaknya, kakak hingga adiknya, untuk melakukan shalat Ashar berjamaah. Hasan menjadi makmum, dan Freddy imam shalat.

"Saya kasih penghargaan kepadanya, penghargaan menghadapi ujian yang sangat berat ketika itu, sebagai pemimpin shalat. Dan saya jadi makmumnya, membiarkan dia jadi percaya diri. Bangun kekuatan imannya. Tidak boleh ada kamera sama sekali," ungkapnya.

Hasan juga menyampaikan, Freddy sempat meminta dirinya untuk ikut meletakkan jenazahnya ke dalam liang lahat. Namun, karena sudah begitu lelah, selama tiga hari kurang istirahat, Hasan meminta maaf kepada keluarga Freddy lantaran tidak bisa mengikuti pemakaman di Surabaya.

"Begitu sudah selesai, fisik saya lelah luar biasa. Saya bilang ke ibunya dan keluarganya, maafkan saya enggak bisa lanjut, saya sudah lelah. Saya diizinkan. 'Dengan ridha dan ikhlas ibu, saya menyertai doa untuk ananda'," paparnya.

Dompet Dhuafa menggelar kuliah umum bertajuk "Peranan Penyuluh Islam dalam Pembinaan Spiritual di Lapas" di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Stadium general ini menghadirkan Hasan Makarim yang berpengalaman menangani spiritual terpidana eksekusi mati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement