Rabu 23 Oct 2019 19:00 WIB

Hari Santri Nasional, Sultan: Momen Mengingat Peran Santri

Sultan menyebut ada dua tantangan yang dihadapi para santri.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Agung Sasongko
 Gubernur DIY saat menyampaikan orasi budaya dalam rangka  memperingati Hari Santri di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (22/10)  malam.
Foto: Dok UIN Suka
Gubernur DIY saat menyampaikan orasi budaya dalam rangka memperingati Hari Santri di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (22/10) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X memberikan orasi budaya dalam rangka memperingati Hari Santri di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (22/10) malam. Ia mengatakan, Hari Santri sebagai momen untuk mengingat kembali peran santri untuk NKRI.

Sultan mengatakan, peran santri dan pesantren tidak lepas dalam mengokohkan eksistensi NKRI. Sehingga, peringatan Hari Santri kali ini memiliki makna dan filosofi dalam bagi bangsa Indonesia.

"Memperingati Hari Santri berarti juga mengingat kembali peran besar kaum Kyai dan para santri dalam perjuangan melawan penjajah Belanda yang dicanangkan dalam Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari," kata Sultan di UIN Suka, Selasa (22/10) malam.

Melalui Hari Santri ini, katanya, juga untuk mendo'akan dan mengamini peran historis santri tersebut. Yang mana, mereka telah ikut berjuang dan memiliki peran dalam menjaga keutuhan NKRI.

“Pengaruh kuat santri terlihat juga dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Bung Tomo, pahlawan nasional yang terkenal dengan pidato yang menggetarkan itu, bisa menyatukan rakyat Indonesia di bawah kalimat Takbir," kata Sultan.

Walaupun begitu, peran santri tetap penting menjaga keutuhan NKRI di zaman modern saat ini. Berbagai tantangan harus bisa dilewati oleh santri.

Ia mengatakan ada dua tantangan utama bagi santri saat ini. Pertama yakni adanya stigma buruk pada agama Islam akibat banyaknya teroris yang melawan bangsa sendiri.

Kedua, katanya, tantangan akan radikalisme dan terorisme yang menyasar kaum santri. Tantangan tersebut harus dapat dilalui dan diselesaikan oleh santri.

"Stigma yang membuat buruk citra umat Islam dan kaum santri adalah ketertinggalan. Banyak yang beranggapan bahwa menjadi santri di pesantren membuat santri tidak bersentuhan dengan dunia globalisasi dan sulit tanggap terhadap kemajuan zaman,"katanya.

Padahal, saat ini sudah banyak pesantren yang mampu menyeimbangkan pengajaran agama dengan ilmu keduniaan. Untuk itu, kata Sultan, ilmu agama perlu dijadikan pondasi dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada.

"Selain itu, juga menjadi benteng melawan radikalisme dan terorisme yang menyalahgunakan ajaran Islam," tambahnya.

Ia menegaskan, Hari Santri kali ini yang bertemakan Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia, konsekuensinya tidak hanya untuk mempererat ukhwah Islamiyah. Namun, juga memperkuat solidaritas kemanusiaan.

"Juga untuk meneladani semangat para pejuang, khususnya meneladani semangat jihad kepada para santri muda tentang mencintai tanah air yang digelorakan para ulama," ujarnya.

Sementara itu Rektor UIN Suka, Yudian Wahyudi mengatakan, nikmat yang paling mahal dari suatu bangsa yakni rasa kesatuan dan persatuan. Dengan begitu, hal tersebut perlu disyukuri dengan memaksimalkan potensi positif dan mengurangi potensi negatif.

Ia menjelaskan, salah satu potensi positif yaitu dengan tetap memberikan sumbangsih untuk negara. Ia pun mrngajak generasi muda termasuk santri untuk menjaga persatuan dengan melatih diri hormat bendera.

"Bendera adalah simbol persatuan, jika simbol ini tidak dihargai maka runtuhlah persatuan dan kita akan bercerai-berai tanpa nilai berarti. Hormat bendera bagi umat muslim Indonesia merupakan sebagian cermin keimanan," kata Yudian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement