REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Sukoso menjelaskan, prosedur sertifikasi mencangkup beberapa tahap, yaitu pendaftaran, pemeriksaan kelengkapan dokumen, pengujian, penetapan halal melalui sidang fatwa, dan terakhir, penerbitan sertifikat halal.
"Pendaftaran permohonan sertifikat halal diajukan oleh pelaku usaha kepada BPJPH, boleh juga secara manual dengan mendatangi kantor BPJPH, Kanwil Kemenag Provinsi dan Kantor Kemenag di setiap Kabupaten atau Kota," tutur Sukoso.
Dia menjelaskan, permohonan sertifikat halal harus dilengkapi dengan beberapa dokumen, seperti data pelaku usaha, nama dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan, dan proses pengolahan produk. "Pemeriksaan kelengkapan dokumen ini juga dilakukan oleh BPJPH," ujar Sukoso.
Selanjutnya, produsen dapat memilih Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), BPOM atau LPPOM MUI terdekat untuk melanjutkan ke proses autifikasi. Ketiga lembaga itu, kata Sukoso, memiliki fungsi yang sama untuk membantu proses jaminan produk halal.
Setelah proses auditifikasi selesai, BPJPH akan melakukan verifikasi dokumen hasil pemeriksaan tersebut. Hasil verifikasi itu kemudian akan sampaikan kepada MUI untuk dilakukan penetapan kehalalan produk melalui sidang fatwa halal. Terakhir, BPJPH akan menerbitkan sertifikasi halal bagi produk tersebut.
Di sisi lain, Sukoso menegaskan, penerapan wajib sertifikat halal yang mulai berlaku sejak Kamis (17/10) ini, bukan menjadi patokan bahwa seluruh produsen yang belum memiliki sertifikat halal akan dikenai pidana. Justru, Sukoso mengatakan, bahwa ini adalah awal dari sebuah sistem kewajiban sertifikasi halal di Indonesia.
"Perlu saya jelaskan, tahun ini adalah awal dari berlakunya jaminan produk halal, jadi bukan berarti ketika UU JPH berlaku segalanya harus bersertifikat halal," tegas Sukoso kepada Republika.
"Perlu diingat bahwa saat ini belum ada tindakan pidana yang berlaku bagi produsen yang belum memiliki sertifikat halal," sambungnya.
Menurut dia, pada lima tahun pertama penerapan UU JPH, BPJPH akan fokus menggelar pembinaan bagi produsen yang tertarik mendaftar sertifikasi halal. Melalui pembinaan itu, BPJPH akan mengarahkan para produsen untuk memenuhi berbagai persyaratan dan ketentuan untuk mendapatkan sertifikat halal.
"Disini kami juga bekerjasa sama dengan institusi lain yang memiliki data produsen atau UMKM di bawah naungan mereka, sehingga jangkauan produsen dapat lebih luas," kata Sukoso.
Adapun sanksi bagi produsen yang belum mengantongi sertifikat, kata Sukoso, akan mulai diterapkan pada 2025 mendatang. Untuk mempersiapkannya, Sukoso mengaku telah bekerjasama dengan Polri untuk mempersiapkan sanksi pidana bagi produsen yang terbukti mangkir.
"Nanti setelah lima tahun UU JPH berjalan, mekanisme normal akan berlaku, dan akan mulai diterapkan sanksi atau pidana bagi produsen yang terbukti melalaikan kewajiban sertifikat halal. Maka dari itu kami sudah bekerjasama dengan Polri untuk menindak produsen yang 'nakal'. Namun untuk saat ini kami hanya akan memberikan mereka pembinaan saja," jelasnya.