Senin 14 Oct 2019 19:59 WIB

TGB Soal Keragaman: Jika tak Bisa Berperan Jangan Merusak

TGB menilai persatuan kunci kemajuan Indonesia.

Rep: Muhammad Nursyamsyi / Red: Nashih Nashrullah
Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi.
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Dewan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW), Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB), mengatakan perkembangan zaman menuntut persatuan. TGB menilai keberagaman yang dimiliki Indonesia adalah kunci menuju Indonesia maju.

Hal itu dia katakan dalam diskusi bertajuk "Harmonisasi Keberagaman di Era Disruption 4.0" yang diselenggarakan Kunci Institute bersama Universitas Kristen Indonesia (UKI) di Jakarta, Senin (14/10).

Baca Juga

"Kita harus menyadari dalam bentuk Indonesia yang sekarang ini bukan terjadi tiba-tiba memiliki keberagaman," ujar TGB.

Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) periode 2008-2018 itu menjelaskan Indonesia merupakan akumulasi perjuangan nusantara dengan khazanah kearifan lokal. TGB menyampaikan Generasi saat ini, yang lahir di atas tahun 2000, jauh sekali dengan masa-masa perjuangan secara fisik. "Kita sudah difasilitasi infrastuktur dan suprastruktur negara," ucap TGB.

TGB menyebut, para pendiri bangsa berasal dari latar belakang dan pemikiran berbeda namun dapat disatukan. TGB menilai Indonesia tidak akan lahir apabila pendiri bangsa kala itu memaksakan keinginan pribadi dan kelompoknya semata.

Menurut TGB, manusia nusantara adalah manusia yang cinta kepada kebersamaan dan hidup bersama. TGB menilai kelompok yang ingin menang sendiri tidak cocok dengan karakter bangsa Indonesia. "Karena ada niat baik dari para pendiri bangsa. Saya berharap kita saat ini yang mewarisi hasil kerja sama bangsa," kata TGB.

TGB mengajak semua anak bangsa dalam hiruk-pikuk ruang publik tetap bermuara pada cinta terhadap Indonesia dan tidak ada disrupsi pada bangsa Indonesia.

"Semua guratan tangan dan langkah kaki kita harus berkontribusi untuk kemajuan bangsa Indonesia. Kalau tidak bisa berkontribusi minimal jangan melemahkan kekuatan bangsa Indonesia," ucap TGB.

Staf Khusus Menristekdikti, KH Abdul Wahid Maktub, mengungkapkan dalam era disrupsi saat ini yang diperlukan adalah kecepatan. "Kita dihadapkan sebuah teknologi yang menjadi pusat basis kehidupan," ujar Abdul.

Saat ini, lanjutnya, antarmanusia sudah terhubung antara satu dengan yang lainnya dengan tidak ada batasan antar negara dan terjadi perubahan yang luar biasa.  "Kita perlu adanya new responses. Kita pakai cara-cara lama pasti basi," lanjut Abdul.

Abdul menyebut keragaman Indonesia adalah sebagai sebuah kekuatan. Ia mendorong adanya komunikasi dan kolaborasi yang baik dalam meningkatkan kekuatan yang sudah dimiliki.

Direktur Kunci Institute, M Kharisul Ilmi, mengatakan diskusi ini memiliki misi menyatukan anak bangsa. Kata dia, Kunci Institute selain menguatkan SDM,  juga sebagai wadah bagi anak muda Indonesia untuk terus merajut kebhinnekaan dan persatuan. 

"Kunci Institute ingin mengajak generasi muda mencintai Indonesia dengan keberagaman. Perbedaan adalah kekayaan tak terlihat yang dimiliki Indonesia. Menjadi sebuah keharusan bagi anak bangsa merawatnya," kata Kharisul.

Dia berharap, Kunci Institute sanggup memberi kontribusi bagi Indonesia, di antaranya melalui penguatan karakter generasi milenial.

Wakil Rektor I UKI, Wilson Rajagukguk, mengatakan UKI sebagai role model kampus kebhinnekaan. "Kita jangan mau kalah dengan kelompok yang ingin menang sendiri. Para ekstremis maupun radikalisme," ujar Wilson.

Forum ini, lanjutnya, sebagai ikhtiar memberikan pencerahan betapa pentingnya menjaga keberagaman ditengah ancaman disintegrasi bangsa. "Pemerintah juga harus hadir mengembangkan sumber daya manusia di tengah bonus demografi yang dimiliki bangsa saat ini," ungkap Wilson.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement