Kamis 17 Oct 2019 18:35 WIB

FKPM: PMA untuk Pesantren Harus Dibahas Bersama

Kemenag perlu melibatkan semua pihak terkait agar tidak menimbulkan masalah.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agung Sasongko
Santri
Santri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) diamanatkan harus membuat peraturan turunan Undang-undang (UU) Pesantren berupa Peraturan Menteri Agama (PMA). Forum Komunikasi Pesantren Mu'adalah (FKPM) mengingatkan Kemenag agar melibatkan asosiasi pesantren, ormas Islam dan pihak terkait lainnya saat membahas PMA untuk pesantren.

Ketua FKPM, Prof KH Amal Fathullah Zarkasyi mengatakan, sudah pasti Kemenag harus melibatkan kalangan pesantren, asosiasi pesantren dan ormas-ormas Islam saat membahas PMA tersebut. Menurutnya Kemenag perlu melibatkan semua pihak terkait agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

"Insya Allah, Kemenag bersedia memanggil kita untuk berdiskusi, yang terpenting libatkan asosiasi pesantren dan ormas-ormas Islam," kata Prof KH Amal kepada Republika, Senin (14/10).

Di dalam UU Pesantren tercatat ada delapan pasal yang mengamanatkan untuk pembentukan PMA. Serta ada dua pasal yang mengamanatkan untuk pembentukan Peraturan Presiden (Perpres). Sebelumnya, Kemenag menyampaikan kemungkinan diperlukan delapan PMA baru dan revisi dua PMA yang sudah ada untuk membuat peraturan turunan UU Pesantren.

Prof KH Amal berpandangan agar PMA yang masih relevan dengan UU Pesantren tetap dipakai atau tidak perlu diganti dengan PMA baru. Menurutnya, pesantren mu'adalah, salafiyah dan ashriyah sudah ada peraturannya. Maka tinggal dibuat peraturan tambahan untuk pesantren yang digabung dengan sekolah umum, supaya ada peraturan teknis yang jelas.

FKPM juga mengingatkan Kemenag agar membuat peraturan tentang pemberian bantuan ke pesantren dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. "Agar tidak terjadi ketidak adilan saat memberikan bantuan ke pesantren, karena ketidak adilan sudah biasa terjadi sebelumnya," ujarnya.

Rektor Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor ini juga mengingatkan pentingnya akreditasi pesantren supaya kualitasnya menjadi semakin bagus. Selain itu, kedepan harus ada pembenahan kurikulum pesantren. Maka Kemenag juga harus membuat peraturannya untuk itu.

Prof KH Amal mengatakan, meski ada kurikulum untuk pesantren, ciri khas pesantren tidak akan hilang. Karena pesantren diakui, dibantu dan diakreditasi tapi tidak diintervensi. Kurikulum dari pemerintah untuk pesantren bisa berupa materi. 

"Tapi pemerintah tidak mengintervensi jenis buku dan metode belajarnya, karena yang terpenting materi kurikulumnya diajarkan kepada para santri di pesantren," jelasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement