Kamis 17 Oct 2019 05:05 WIB

Ketika Peradaban Islam Hadirkan Revolusi Pertanian

Produksi pangan di berbagai wilayah seperti Baghdad, Mesir, Damaskus hingga Andalusia

Rep: Islam Digest Republika/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi penanaman benih pertanian

Keberadaan warisan dari peradaban kuno itu berhasil mencuri perhatian umat Islam dalam bidang tersebut. Peran signifikan terwujud melalui sosok ilmuwan bernama Al-Kindi. Ia menjadi seorang pelopor. Pemikiran itu ia tuangkan dalam sebuah Risalah fi Failali illa al-Madd wal Fazr (Risalah tentang Penyebab Efisiensi Aliran).

Salah satu tema penting yang menjadi perhatian Al-Kindi adalah mengenai angin. Ia berpendapat angin berasal dari pergerakan udara, terutama menuju ke tempat lebih rendah. Selain angin, gejala alam lain tak luput dari perhatian dan pengakajian para ilmuwan Muslim.

Pada abad ke-9 Masehi, Ibnu Doraid Al-Azdi menulis sebuah buku yang dalam terjemahan bahasa Inggris berjudul Description of Rain and Clouds. Ia menguraikan argumen ilmiah tentang hujan dan awan. Buku yang tersusun dalam 17 bab ini pun membahas perkiraan cuaca, deskripsi, gerakan, akumulasi, dan perubahan bentuk awan.

Tak sebatas itu, Ibnu Doraid menyempatkan diri melakukan klasifikasi hujan, mulai dari jenis hujan hingga dampaknya terhadap lahan dan sumber air tanah. Pada periode yang sama, Al-Dinawari (828-896) menulis Kitab al-Nabat (Book of Plants). Untuk pertama kalinya, terdapat penjelasan kaitan astronomi dan meteorologi terhadap bidang pertanian.

Pergerakan planet, bintang, matahari, dan bulan untuk menentukan awal dan akhir tiap musim kemarau atau penghujan tertulis dalam buku Al-Dinawari, termasuk fenomena alam, seperti angin, guntur, petir, salju, banjir, lembah, sungai, danau, sumur, serta sumber mata air lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement