REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM— Mataram (ANTARA) - Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof KH Ma'ruf Amin mengatakan, perspektif wisata halal bukan mengubah objek wisata menjadi halal, melainkan halal yang dimaksud adalah penyediaan pangan yang disajikan dalam restoran, ketersediaan tempat ibadah dan hotel yang dapat memiliki standar kehalalan.
"Tetapi layanannya yang kita beri kehalalannya. Sehingga orang yang berkunjung ke Nusa Tenggara Barat (NTB) merasa nyaman dan menyenangkan. Jadi tidak akan pernah merubah alamnya atau objek wisata lainnya," kata Ma'ruf Amin pada Konferensi Internasional Pariwisata Halal di Kota Mataram, NTB, Jumat (11/10).
Menurut Wakil Presiden terpilih itu, MUI akan terus mendorong dan menopang perkembangan industri halal di Indonesia, terutama di NTB yang sedang giat mengembangkan wisata halal. Apalagi NTB telah dinobatkan sebagai destinasi wisata halal terbaik di dunia pada 2015.
"Upaya kita untuk memoles destinasi wisata halal agar lebih indah. sehingga menjadi daya tarik tersendiri dan memiliki keunikan dibanding wisata daerah lain. Tentu dengan standar halal dalam makanan dan minuman dipastikan sudah memenuhi standar halal internasional," jelasnya.
Menurut Amin, pemerintah melalui Kementerian Pariwisata akan terus membenahi destinasi wisata halal. Seperti restoran, hotel, travel dan fasilitas penunjang lainnya. Sehingga orang datang ke Indonesia dan NTB merasa aman dan nyaman.
Apalagi NTB punya Islamic Center yang ditetapkan sebagai ikon wisata religi dan sebelumnya telah diresmikan lampu hias yang menambah keunikannya. "Ini merupakan icon menarik bagi pengembangan wisata halal," tambah Ma'ruf Amin.
Selain itu, Ma'ruf Amin menerangkan, lebih dari 50 lembaga sertifikasi halal dunia mengacu pada standar MUI. Karena itu, MUI telah banyak memberi pengakuan kepada lembaga halal di luar negeri.
Di antaranya, Sincung halal for Taiwan. Lembaga tersebut merupakan lembaga yang mewakili MUI di Taiwan. Selain di Taiwan, ada juga di negara Korea dengan nama ' Ini Halal Korea'. "Untuk itu, MUI memiliki kepentingan untuk mengembangkan wisata halal bersama dengan kementerian pariwisata," katanya.
Menurut Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, KH Muhyiddin Junaidi, masih banyak yang tidak memahami apa itu pariwisata halal, dikira wisata halal itu bagaimana membatasi gerak gerik wisatawan. Padahal tidak, tapi bagaimana soal higienis, menghindari perbuatan melawan hukum seperti narkoba. Ada aturan-aturan yang perlu dijaga, hotel memiliki tempat ibadah dan sebagainya. “Jadi jangan kira wisatawan mancanegara datang kemudian tidak berpakaian lantas kita tekan karena tidak halal. Tapi bagaimana dengan wisata hala itu mereka menghargai kearifan lokal daerah setempat," kata Muhyiddin Junaidi.
Selain berkaitan dengan urusan makanan dan minuman dan pengelolaan destinasi, kata dia, pariwisata halal juga berkaitan bagaimana di destinasi wisata halal terdapat perbankan syariah atau pengelolaan keuangan bersyariah. Bahkan, bila perlu nanti ada paket tour wisata syariah, pemandu yang bersertifikasi.
"Nah ini yang sedang kita dorong agar pemerintah ikut mengembangkan perbankan dan pengelolaan keuangan bersyariah di seluruh destinasi. Karena ini penting, apalagi ekonomi dunia sudah bergerak ke ekonomi syariah dan Indonesia berpeluang menjadi pengelola keuangan syariah terbesar di dunia," katanya.
Di samping itu, kata dia, yang tidak kalah penting dari pariwisata halal bagaimana menciptakan lingkungan yang bersih, terutama dari sampah. Sebab, diakui Muhyiddin kekurangan destinasi wisata di Indonesia yang tergambarkan oleh wisawatan tidak bersih dan tidak terawat. Salah satunya toilet.
"Kebersihan toilet ini harus menjadi perhatian bersama tidak hanya pemerintah tapi seluruh pihak. Termasuk, soal kedisiplinan dan pelayanan baik di bandara maupun tempat umum lainnya," ujarnya.