Ahad 06 Oct 2019 13:22 WIB

Hijab Khusus Bagi Perawat

Hijabners menyediakan dua lubang di telinga untuk penggunaan stetoskop.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Agung Sasongko
Gadis-gadis Muslimah berjilbab, anggun dan salehah. (ilustrasi)
Foto: wordpress.com
Gadis-gadis Muslimah berjilbab, anggun dan salehah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perawat memiliki mobilitas tinggi untuk bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang dengan berbagai jenis penyakit. Untuk mendorong aktivitas tersebut dibutuhkan pakaian yang tidak menghambat dan mengganggu pekerjaan mereka.

Raudha Ilmi Farid merupakan salah satu mahasiswa Universitas Indonesia (UI) jurusan keperawatan. Dari interaksi dengan senior-seniornya, dia sadar akan tantangan yang dialami seorang perawat yang berhijab saat bekerja.

"Aku banyak berinteraksi dengan senior-senior karena ada skill harus ke rumah sakit. Meskipun aku sendiri belum turun ke praktik, tapi dari interaksi itu aku menangkap keresahan senior-senior," ujar dia saat dihubungi Republika, belum lama ini.

Dalam menjalankan praktik, setiap mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) UI diwajibkan menggunakan seragam profesi. Seragam ini dibuat berdasarkan surat keputusan (SK) dari kampus. Dalam penggunaannya, terdapat ke luhan akan aturan hi jab yang dirasa kurang ramah baik kepada pasien maupun perawat yang menggunakan.

Perawat yang meng gunakan hi jab kini memang bu kan hal baru. Na mun, aturan dari kampus di rasa tidak sesuai dengan prin sip penggunaan hijab syar'i yang menutupi da da. Beberapa rumah sakit juga diketahui masih me masang aturan memasukkan hijab ke dalam pakaian. Padahal, ruangan yang dikunjungi bukan ruang operasi.

Kampus beralasan, perawat merupakan orang yang akan sering bertemu dan bersentuhan dengan pasien. Aturan panjang hijab dibuat untuk meminimalisasi hijab menjadi media kuman atau virus berpindah. Selain itu, hijab dirasa tidak nyaman digunakan saat akan menggunakan stetoskop.

Perawat biasanya berusaha menggunakan stetoskop dengan memasukkan dari dalam atau langsung dari sisi wajah. Jika hanya bertemu dengan satu pasien, hal ini tidak masalah. Namun, berbeda ceritanya jika ada lebih dari lima pasien yang harus dilayani.

"Akhirnya aku sama empat teman yang lain berusaha mencari cara untuk menjembatani tantangan ini. Jadi, nggak ribet, tapi tetap menutup dada, minimal. Lalu, keluarlah ide membuat Hijabners, atau hijab khusus perawat," ujarnya.

Hijabners pun muncul dengan dua inovasi utama, yakni menyediakan dua lubang di telinga untuk penggunaan stetoskop. Dengan cara ini, perawat tidak kesusahan lagi saat menggunakan alat tersebut.

Hijab pun dibuat dengan menggunakan dua lapisan. Pada lapisan per tama terdapat dua lubang di bagian telinga dan lapisan kedua untuk menutup lubang tersebut.

Inovasi kedua, yakni penggunaan tali di bagian depan yang bisa ditarik ke bela kang untuk me nyingkap hijab. Penggunaan tali ini sama seperti menggunakan apron saat ma sak. Peng gunanya cukup meng ikat ke belakang saat akan menunduk meme riksa pasien se hing ga hijab tidak bersentuhan dengan kuman dari pa sien, tapi tetap menutupi bagian dada.

Ia menyebut, sebetulnya hijab untuk stetoskop ini sudah ada di pasar an. Namun, saat akan diaplikasikan dalam dunia ke perawatan menjadi tidak bisa dipakai karena ti dak memenuhi atur an-aturan yang ada. Hijab-hijab ini bisa digunakan oleh pro fesi kesehatan yang lain seperti dokter yang tidak memiliki seragam.

"Kita memang fokus membat hijab untuk perawat. Kare na, meskipun ada yang jual di pasaran, nggak bisa dipakai. Kita terpaku pada SK dari masing-masing instansi," ujarnya.

Hijabners pun kini memiliki tiga model utama untuk hijabnya. Pertama model pasmina instan untuk praktik di lapangan, model bergo untuk di kampus dan lebih formal, dan segi empat. Kisaran harga yang dipatok dari Rp 80.000 hingga Rp 100.000.

Tahun 2015, kelima mahasiswa UI ini pun mengikuti program bisnis UI yang diberi nama Program Mahasiswa Wira usaha (PMW). Proposal dibuat bersamaan saat mereka menjalankan mata kuliah ke wirausahaan. Tidak disangka, ide mereka lolos dan mendapat dana hibah dari Dikti.

Di program ini, ia mengaku mendapat banyak bantuan untuk berkembang. Rau dha sadar, mereka berlima tidak memiliki latar belakang maupun minat dalam de sain. Karena itu, mereka dibantu untuk magang di beberapa perusahaan brand hijab di Indonesia. "Kita sempat juga men cari penjahit yang di pasar sampai yang desainer butik untuk cari model dan penjahit yang cocok," lanjutnya.

Proses pembuatan prototipe ini dilaku kan selama hampir satu tahun pada 2017. Satu tahun kemudian baru brand hijab ini bisa dipasarkan. Pertama kali Hijabners dikenalkan di acara fakultas, International Symposium and Festival Nursing (Insimfo).

Raudha dan teman-teman kala itu meng ambil peran di bagian inovasi praktik ke pe rawatan dan diberi ruang untuk mem buka bazar khusus Hijabners. Kini, penjualan yang dilakukan menggunakan sis tem pre order (PO). Promosi-promosi dila kukan lewat akun-akun media sosial.

Raudha menyebut, hijab ini sebetulnya penggunaannya tidak hanya untuk perawat saja. Inovasi-inovasi yang ada di hijab ini bisa digunakan bagi Muslimah lainnya yang ingin berolahraga atau melakukan aktivitas lainnya sambil mendengarkan musik.

Ke depan, perempuan yang kini berprofesi sebagai perawat junior di NICU RSUI ingin membuka lowongan bagi teman-teman lainnya untuk membantu proses pembuatan dan pemasaran hijab. Dia pun ingin meningkatkan kualitas maupun model agar bisa mengakomodasi kebutuhan Muslimah yang bekerja di bidang kesehatan.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement