Kamis 03 Oct 2019 16:53 WIB

Sarjana Boston University Ingatkan Bahaya Siber Jahiliyah

Siber jahiliyah di Indonesia sudah mengkhawatirkan.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Jurnalis melihat tema yang akan dibahas pada Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019 di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (26/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Jurnalis melihat tema yang akan dibahas pada Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019 di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (26/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Master dari Program International Affairs Boston University di Amerika Serikat (AS), Hafiz Al Asad, mengingatkan agar masyarakat Indonesia hati-hati dengan bentuk baru jahiliah di dunia maya yang sangat mengkhawatirkan.

Untuk mengantisipasi siber jahiliyah itu, menurut dia, memerlukan peran aktif organisasi masyarakat. Pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 145 juta pengguna dan menduduki peringkat enam terbesar di dunia berdasarkan data pada 2007. 

Baca Juga

“Tingginya aktivitas dunia maya ini ternyata menimbulkan ekses negatif dalam kehidupan beragama di Indonesia,” kata dia Hafiz saat berbicara sebagai panelis utama di AICIS, Kamis (3/10).    

Hafiz mengatakan, telah melakukan riset tentang siber sektarian. Riset tersebut dilakukan dengan mengambil sampel pada kurun waktu tertentu pada pemilihan umum di Indonesia. 

"Hasilnya, aktivitas siber di kalangan Muslim di Indonesia telah meningkatkan volume sektarianitas dengan cukup mengkhawatirkan," kata dia.  

Dia menerangkan, penggunaan internet di kalangan masyarakat sangat masif tetapi belum disertai dengan perilaku yang ideal sesuai etika dunia maya. Mudahnya arus informasi melalui dunia maya telah menyediakan jalan tol bagi kebohongan dan provokasi berbasis agama. “Hal itu menimbulkan keributan di kalangan masyarakat, dan sebagian aktivitas siber tersebut telah berujung pada tindakan kriminal,” kata dia. 

Menurut dia, setiap tahun Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah banyak menutup situs-situs yang meningkatkan sentimen SARA. Namun situs-situs itu selalu bermunculan kembali. Hal ini, juga memicu sektarianisme di masyarakat melebihi sebelum datangnya era siber. 

Hafiz mengatakan, tahun lalu Polisi telah mengungkap 2.600 kasus cybercrime. Menurutnya yang paling besar adalah pengungkapan sindikat Saracen. Mereka secara terorganisir dan rapi menggunakan sentimen agama, suku, dan ras sebagai alat propaganda demi kepentingan pragmatis. "Inilah bentuk baru jahiliah di dunia maya yang sangat mengkhawatirkan," ujarnya.

Untuk mengantisipasi bentuk baru jahiliah di dunia maya, menurutnya, perlu peran aktif organisasi masyarakat karena mereka yang memiliki jaringan langsung kepada publik dan memiliki tingkap kepercayaan yang tinggi di mata para anggotanya. 

Dia mengatakan, struktur sosial masyarakat Indonesia juga banyak dipengaruhi oleh tokoh agama, tokoh adat, dan ulama. Maka peran organisasi masyarakat sangat penting. "Organisasi masyarakat perlu turun tangan untuk menangkal berbagai bentuk hoaks dan desepsi informasi yang berkembang melalui platform digital," ujarnya.

Seperti diketahui, AICIS adalah forum kajian keislaman yang telah berjalan sejak 19 tahun lalu. Pada gelaran AICIS ke-19 ini sekitar 1.700 sarjana islamic studies berkumpul di Indonesia sejak 1-4 Oktober 2019. 

Pertemuan ini membahas 450 paper dari 1.300 paper yang telah diseleksi. AICIS tahun ini mengambil tema 'Digital Islam, Education and Youth: Changing Landscape of Indonesian Islam'.

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement