Sabtu 28 Sep 2019 16:00 WIB

Ponpes Daarul Uluum Dan Awal Perjuangan KH Abdul Halim

Sejak kecil, KH Abdul Halim telah digembleng dengan pendidikan agama.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Agung Sasongko
Lingkungan Pondok Pesantren Daarul Uluum Majalengka
Foto: Republika/Andrian
Lingkungan Pondok Pesantren Daarul Uluum Majalengka

REPUBLIKA.CO.ID, MAJALENGKA --- Siapa yang tak mengenal sosok KH Abdul Halim. Tokoh nasional yang satu ini telah banyak berjasa bagi kemerdekaan Indonesia. Terutama dibidang pendidikan, KH Abdul Halim yang juga menjadi pendiri Persjarikatan Oelama, Perikatan Umat Islam hingga Persatuan Umat Islam itu telah menjadi tokoh penting yang berjuang menyetarakan pendidikan bagi pribumi semasa kolonial Belanda, agar dapat mencerdaskan pribumi.

KH Abdul Halim adalah putra Muhammad Iskandar dan Siti Mutmainah. Orang tuanya memberi nama Mohammad Sjatari atau kerap dipanggil Otong Satori. Ia lahir pada 17 Juni 1887 di Desa Sutawangi, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka.

Sejak kecil, KH Abdul Halim telah digembleng dengan pendidikan agama. Ia menimba ilmu di beberapa pesantren seperti di Lontang Jaya di mana ia belajar qiraat dan tajwid pada Kiai Abdullah.

Kemudian ke pesantren Bobos Cirebon untuk memperdalam sastra arab saat kepemimpinan KH Sudja'i. Selain itu ia juga menimba ilmu di Pesantren Ciwedus Kuningan pada KH Ahmad Shobari yang dikenal ahli tasawuf dan guru tarekat Syattariyah pada masa itu. KH Abdul Halim juga sempat mengikuti kursus huruf latin dan bahasa Belanda bersamaan saat menimba ilmu di pesantren di Cideres.

Pada 1908, KH Abdul Halim menikah dengan Siti Moerbijah dan menunaikan ibadah haji. Ia pun sempat menetap dan menimba ilmu di tanah suci. Diantara gurunya yakni Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi, Syekh Ahmad Khayyat, Amir Syakib Arslan dan Tanthawi Jauhari.

Pada 1911, ia kembali ke tanah air dan mengganti namanya menjadi Abdul Halim. Kepulangan KH Abdul Halim ke tanah air sekaligus menjadi awal perjuangan dakwah dan politiknya bagi kemaslahatan umat dan bangsa.

Republika.co.id pun menyambangi Pondok Pesantren Daarul Uluum Majalengka yang diketahui lokasinya menjadi rumah KH Abdul Halim sebelum berpindah ke Pasirayu, Sindang dan mendirikan pesantren Santi Asromo.

Sayangnya, rumah yang pernah didiami KH Abdul Halim dan juga Masjid yang pernah digunakan dalam perumusan Intisab PUI sudah tak ada. Bahkan menurut Amin Ridwan yang juga menjabat sebagai Kepala Madrasah Aliyah Ponpes Daarul Uluum, dipesantren Daarul Uluum dulunya terdapat tugu yang menjadi simbol berdirinya Persjarikatan Oelama pada 1916.

“Jadi setelah dari Makkah, beliau memulai pergerakannya di sini (Daarul Uluum). Cuma sayang mungkin yang tidak mengerti sejarah, tugunya itu dihilangkan, tugu PO,” kata Amin Ridwan beberapa hari lalu.

Amin menjelaskan sepulangnya dari Makkah, KH Abdul Halim langsung mendirikan Majlisul Ilmi yang menjadi tempat belajar mengaji pribumi. Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Daarul Uluum dikemudian hari. KH Abdul Halim kemudian mendirikan Hayatul Qulub pada (1912) sebagai lokomotif pergerakan di bidang sosial-ekonomi.

Seperti dituliskan Wawan Hernawan dalam Biografi KH Abdul Halim, Hayatul Qulub tak hanya fokus pada pendidikan tapi juga pada sosial ekonomi. Hayatul Qulub merekrut anggotanya dari pedagang dan petani dengan tujuan membantu mereka dalam persaingan dengan pedagang-pedagang Cina, sekaligus menghambat lajunya arus kapitalisme kaum kolonial. Kendarti demikian, Hayatul Qulub tak berlangsung lama aktivitasnya dilarang pada 1915 lantaran dituding kerap menjadi pemicu kerusuhan dengan pedagang Cina.

Namun, semangat Abdul Halim tak padam. Ia mendirikan Jami'at I'anat Muta'alimin dan pada 1916. Inilah pusat pendidikan Islam modern dengan sistem kelas yang pertama di Majalengka. Di tahun yang sama ia mendirikan Persjarikatan Olelama. Selang tiga tahun, yakni pada 1919, KH Abdul Halim mendirikan Kweek School yaitu sebuah sekolah untuk mencetak guru-guru Islam.

“Karena melihat pendidikan di kota sudah tidak kondusif, diawasi Belanda akhirnya beliau pada 1932 pindah ke Asromo membawa santrinya kelas tujuh. Tetapi yang disini tidak vakum, tapi diserahkan dan dilanjutkan oleh teman-temannya,” kata Amin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement