REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menurut Paul Lunde, layanan pos melalui jalur darat pada era kekuasaan Dinasti Mamluk juga sempat terhenti ketika pasukan Tentara Salib memblokir rute pos. Meski begitu, penguasa Dinasti Mamluk tak kehabisan akal. Sejak saat itu, kata dia, Dinasti Mamluk mulai menggunakan merpati pos.
Dengan menggunakan burung merpati sebagai pengantar pesan, pasukan Tentara Salib tak dapat mencegah masuknya pesan dari Kairo ke Irak. Merpati pos mampu mengantarkan surat dari Kairo ke Baghdad dalam waktu dua hari, tutur Lunde.
Sejak itu, peradaban Barat juga mulai meniru layanan pos dengan merpati seperti yang digunakan penguasa Dinasti Mamluk. Lunde menuturkan, pada 1300 M Dinasti Mamluk memiliki tak kurang dari 1.900 merpati pos.
Burung merpati itu sudah sangat terlatih dan teruji mampu mengirimkan pesan ke tempat tujuan. Seorang tentara Jerman bernama Johan Schiltberger menuturkan kehebatan pasukan merpati pos yang dimiliki penguasa Dinasti Mamluk.
Sultan Mamluk mengirim surat dengan merpati, sebab dia memiliki banyak musuh, cetus Schiltberger. Dinasti Mamluk memang bukan yang pertama menggunakan merpati pos. Penggunaan merpati untuk mengirimkan pesan kali pertama diterapkan peradaban Mesir kuno pada 2900 SM.
Pada masa kekuasaan Dinasti Mamluk, merpati pos juga berfungsi untuk mengirimkan pesanan pos par sel. Alkisah, penguasa Mamluk sangat puas dengan kiriman buah ceri dari Lebanon yang dikirimkan ke Kairo dengan burung merpati.
Setiap burung merpati membawa satu biji buah ceri yang dibungkus dengan kain sutra. Pada masa itu, sepasang burung merpati pos harganya mencapai 1.000 keping emas.