REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Yerusalem memang menjadi tempat yang kerap diperebutkan hingga sekarang. Perang Salib pun melekat dengan nama kota tua itu. Shalahuddin al-Ayyubi menjadi nama lain yang identik dengan al-Quds. Dia dihormati kedua kubu, baik dari masyarakat Muslim maupun Kristen. Namanya sungguh harum karena kewi bawaannya dalam menjaga adab dan me manusiakan lawan, bahkan dalam medan pertempuran.
Syahdan, pasukan Shalahuddin yang mampu mengalahkan pasukan Raja Je russalem di tengah tandusnya padang pasir merangsek ke benteng lawan. Benteng itu dijaga di bawah pimpinan seorang kesatria bernama Balian de Ibelin. Dengan kekuatannya, Shalahuddin bisa dengan mudah membunuh semua penghuni Yerusalem seperti yang mereka lakukan kepada umat Islam.
Namun, Shalahuddin tidak melakukannya. Dia mengampuni, bahkan melindungi warga Yerusalem yang memilih untuk mempertahankan agamanya. "Aku akan mengantarkan tiap-tiap jiwa (orang) kalian (umat Kristen) dengan aman ke wilayah-wilayah Kristen, setiap jiwa dari kalian, wanita, anak-anak, orang tua, seluruh pasukan dan tentara, dan juga ratu kalian. Dan, aku akan mengembalikan raja kalian dan pada apa yang Tuhan kehendaki atasnya. Tidak satu pun dari kalian akan disakiti. Aku bersumpah," Shalahuddin menyampaikan tawarannya yang diterima Balian.
Sejarah juga mencatat, Shalahuddin pernah mengirim tabib untuk mengobati lawannya, Raja Inggris Richard si Hati Singa yang sedang sakit. Dia bahkan memberikan Richard dua kuda bagus karena kuda musuhnya sudah tua. Kebi jaksanaan dan kemampuan diplomasi Sha lahuddin tercatat sejarah. Lewat di plomasi itu, dia bisa mempertahankan Yerusalem meski dalam kondisi terdesak. Selain petarung sejati, Umar dan Shalahuddin merupakan Muslim yang taat.
Mereka memegang teguh ajaran Islam, bahkan dalam perang. Rasulullah SAW memberi legasi yang berharga bagi kemanusiaan dari peperangan. Nabi SAW melarang umatnya untuk membunuh perempuan dan anak-anak dalam pepe rangan (HR Bukhari 3015 dan Muslim 1744). Rasulullah SAW juga melarang mencincang mayat tentara musuh (HR Muslim 1731).
Untuk tawanan, Nabi SAW juga telah mengeluarkan instruksi yang jelas untuk memberikan perawatan. Sejarah mencatat bagaimana umat Islam saat itu menangani tawanan pertama selepas Perang Badar pada 624 Masehi. Sebanyak 70 orang tawanan Makkah yang ditangkap dalam perang itu dibebaskan dengan atau tanpa tebusan. Bukan hanya jiwa, Nabi SAW bahkan melarang pasukan Muslimin untuk mencabut atau menebang pepohonan dan merubuhkan bangunan.
Semua warisan ini hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi generasi ini. Bu kan untuk berperang tapi mengambil hik mah dari perang. Wallahualam.