REPUBLIKA.CO.ID, PALU— Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Sulawesi Tengah, mendukung penetapan batas usia minimal pernikahan bagi perempuan yaitu 19 tahun. Pembatasan usia tersebut sebagai bentuk komitmen negara dalam melindungi hak-hak perempuan dan anak.
"Prinsipnya, saya secara pribadi maupun atas nama kelembagaan sepakat dengan rencana penetapan batas usia minimal pernikahan perempuan," ucap Rektor IAIN Palu Prof KH Sagaf S Pettalongi, di Palu, Senin (16/9).
DPR lewat Badan Legislasi yang dipimpin oleh Supratman Andi Agtas (Maman) dari Fraksi Gerindra daerah pemilihan Sulawesi Tengah, akan menaikkan batas usia minimal pernikahan perempuan yaitu berusia 19 tahun.
Baleg DPR menaikkan batas usia minimal itu saat membahas peninjauan kembali Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan yang sebelum dinaikkan, batas usia pernikahan perempuan 18 tahun.
Sagaf mengatakan, langkah DPR menaikkan batas usia minimal bagi perempuan sebelum melangsungkan pernikahan, merupakan komitmen untuk melindungi hak perempuan dan anak dalam aspek pendidikan, sosial, dan budaya serta pertumbuhan anak.
Dia menjelaskan, di usia 0-10 tahun dan 10-18 tahun, perempuan maupun laki-laki masih dalam proses pertumbuhan, atau proses awal menuju kemapanan baik dari sisi fisik maupun mental.
Dalam proses itu, menurut dia, mereka berhak mendapat hak-nya seperti hak mendapat asuhan, bimbingan dan pengajaran yang layak dari orang tua, keluarga dan lingkungan.
Kemudian diproses itu pula, mereka berhak mendapat pendidikan yang layak untuk membentuk kecerdasan intelektual dan keterampilan mereka. Karena itu, hak-hak tersebut harus dijamin oleh negara dan tidak boleh diterlantarkan.
"Menikah di bawah usia 19 tahun memberikan dampak yang sangat fatal terhadap perempuan dan anak, karena mereka bisa putus sekolah yang kemudian memberikan kontribusi besar terhadap tingginya angka kemiskinan," ujar guru besar managemen pendidikan itu.
Selain itu, menikah pada usia dini berkontribusi terhadap tingkat kematian ibu saat melahirkan, dikarenakan alat reproduksi perempuan belum mapan.
Dalam konteks Islam, kata dia yang Wakil Ketua Umum MUI Sulteng itu mengatakan, Islam sangat menjunjung tinggi anak memperoleh hak-nya serta tegas dalam melindungi anak. Islam secara tegas menyatakan bahwa anak yang dikandung ibu mempunyai hak untuk lahir dengan selamat ke dunia.
Pernyataan itu sejalan dengan firman Allah dalam surah al-An`am ayat ke-151 yang memberikan penegasan bahwa tidak boleh membunuh anak yang lahir. "Itu artinya Allah memberikan hak kepada anak lahir dan tumbuh menjadi remaja serta dewasa," sebut Prof Sagaf.