REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) bersama DPR tengah membahas usulan revisi Undang-Undang Perkawinan. Fokus bahasan adalah perihal batasan usia perkawinan.
Dalam pasal 7 ayat 1 UU No 1 tahun 1974 disebutkan sebuah perkawinan diizinkan terjadi jika pihak pria mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita berumur 16 tahun. Dalam usulan terbaru, batas usia perkawinan diizinkan setara yakni 19 tahun.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Fatayat NU Anggia Ermarini, menyebut pihaknya menyetujui usulan revisi tersebut. Meski demikian, Fatayat NU tetap berpegang teguh bahwa usia ideal untuk menikah sebenarnya bagi perempuan adalah 20 tahun.
"Menurut Fatayat, usia 20 itu ideal. Tetapi dengan mempertimbangkan segalanya, 19 oke lah," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (15/9).
Usia 20 dinilai ideal karena melihat beberapa faktor. Faktor pertama datang dari kematangan biologis baik laki-laki maupun perempuan.
Faktor kedua adalah sisi psikologis yang dimiliki masing-masing calon. Menikah tidak hanya menghalalkan hubungan suami Istri atau menghindari zina.
Anggia menyebut dalam membangun rumah tangga perlu kondisi yang matang untuk membantu membangun nilai di dalam keluarga. Untuk mencetak generasi penerus bangsa yang unggul, harus disiapkan dengan matang.
"Ini datang dari pasangan yang berkualitas pula. Mentransfer nilai kepada anak, keluarga, dan lingkungan, memerlukan kematangan yang cukup," lanjutnya.
Terakhir, faktor yang perlu diperhatikan adalah persiapan sosial. Menikah tidak hanya menyatukan dua pribadi, tapi juga membangun sebuah komunikasi keluarga besar dan sosial yang lebih luas lagi. Untuk mencapai itu, diperlukan kecakapan yang utuh dari calon pengantin.
Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA, Lenny N Rosalin, sebelumnya memaparkan ada dampak positif dari revisi batas usia yang diizinkan untuk menikah. Di antaranya peningkatan akses pendidikan anak dan wajib belajar serta menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak yang menyatakan usia anak adalah nol hingga 18 tahun. Undang-Undang Perkawinan perlu segera direvisi karena Indonesia menempati peringkat atas kejadian perkawinan anak.
"Kementerian PPPA akan melakulan rapat bersama Baleg DPR RI untuk membahas usulan revisi UU Perkawinan tersebut," ujarnya. Panitia kerja (Panja) DPR revisi Undang-Undang (UU) Perkawinan disebut telah sepakat soal usia minimum perkawinan ini.