REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG— Provinsi Jawa Tengah ternyata masih menghadapi problem pernikahan dini. Di daerah ini angka pernikahan usia anak termasuk masih cukup tinggi.
Berdasarkan data BPS 2017, lebih dari 30 ribu anak di Jawa Tengah telah mengajukan dispensasi nikah di bawah usia 16 tahun. Di mana sebanyak 3.876 dispensasi di antaranya disetujui.
Walaupun dispensasi yang tidak disetujui lebih dari 85 persen, dimungkinkan tetap menikah dengan cara siri dan tidak dicatatkan atau menikah resmi dengan memanipulasi usianya.
"Bagi Fatayat NU Jawa Tengah, ini merupakan kondisi yang cukup memprihatinkan," ungkap Ketua PW Fatayat NU Jawa Tengah, Tazkiyyatul Muthmainnah, Sabtu (14/9).
Menurutnya, banyak dampak negatif dari menikah di usia yang belum matang. Baik dampak pada kesehatan reproduksi, dampak psikis dikarenakan mental yang belum matang hingga dampak sosialnya.
Prihatin atas dengan tingginya angka pernikahan anak di Jawa Tengah ini, PW Fatayat NU Jawa Tengah mendorong langkah- langkah pencegahan dalam menekan angka pernikahan dini.
Salah satunya dilakukan dengan menggelar road show kampanye pencegahan pernikahan anak dan pendidikan kesehatan repoduksi ke sejumlah pondok pesantren putri di Jawa Tengah.
"Seperti Jumat (13/9) kemarin, road show PW Fatayat NU Jawa Tengah ini digelar di Pondok Pesantren Mansajul Ulum, Cebolek Kidul, Margoyoso, Kabupaten Pati," jelasnya.
Tazkiyyatul juga menjelaskan alasannya, mengapa sasaran road show pencegahan pernikahan di usia anak ini dilakukan di pondok pesantren putri.
Karena pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi belum sepenuhnya dimiliki semua kalangan perempuan, khususnya di Pesantren.
Padahal perihal kesehatan reproduksi, lanjutnya, adalah masalah yang sangat penting dan harus dipahami setiap perempuan.
Sehingga kegiatan kampanye setop pernikahan anak dan pendidikan kespro bagi santri di pesantren putri ini penting untuk disosialisasikan.
"Perempuan sehat akan melahirkan generasi- generasi yang hebat serta menjadikan bangsa ini menjadi semakin kuat,” tandasnya.
Tazkiyyatul menambahkan, kegiatan ini juga menjadi program strategis Fatayat NU Jawa Tengah dibidang pemberdayaan perempuan.
Di luar ini, Fatayat NU juga mendorong advokasi terhadap hak- hak kaum perempuan juga ditunjukkan Fatayat NU melalui kiprah sejumlah lembaganya.
Seperti Lembaga Konsultasi Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak (LKP3A) dan Pusat Informasi Kesehatan Reproduksi (PIKER). “Layanan ini terbuka bagi masyarakat umum dengan basis umat di tingkat kecamatan,” imbuhnya.
Wakil Ketua Bidang Hukum Politik dan Advokasi PW Fatayat NU Jawa Tengah, Atatin Maliha, menambahkan akibat dari pernikahan anak ini, banyak perempuan yang putus sekolah sehingga tingkat pendidikannya rendah.
Selain itu, akibat melahirkan sewaktu masih berusia anak, mereka juga sangat rentan mengalami gangguan kesehatan reproduksi.
“Bahkan tidak jarang, juga menyumbang angka kematian pada ibu melahirkan atau angka krmatian bayi," kata dia.
Maka, masih menurut Atatin, strategi pencegahan pernikahan anak, membekali anak dan orang tua dengan informasi, meningkatkan kualitas pendidikan anak, membuat dan mendukung kebijakan perkawinan yang berpihak pada anak sangat penting dilakukan.
Jika seluruh elemen masyarakat, termasuk kalangan santri, bahu membahu dalam melakukan hal ini, pihaknya yakin angka pernikahan anak dapat ditekan.
Sehingga anak- anak dapat bisa tumbuh dan berkembang menikmati masa remaja, memperoleh pendidikan yang cukup, serta memiliki masa depan yang cerah untuk dapat mengisi pembangunan bangsa.
Road show kampanye setop pernikahan usia anak ini juga digulirkan Fatayat NU Jawa Tengah di berbagai daerah di Provinsi Jawa Tengah. Rencananya, setelah dari Pati, akan digelar di empat kabupaten kota lainnya di Jawa Tengah. "Masing- masing di Kota Salatiga, Kabupaten Semarang, Kota Semarang dan Kabupaten Demak," tambah Atatin.