Ahad 08 Sep 2019 21:00 WIB

Ah, Jangan-Jangan Robin Hood Belajar Memanah dari Muslim

Islam mengenal lebih dahulu teknik dan seluk beluk memanah ketimbang peradaban Barat

Jarak sasaran dengan tempat memanah 31 meter. Lomba Jemparingan Gaya Mataram Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di Lapangan Mandungan, Keraton Yogyakarta, Selasa Wage (10/4). (Heri Purwata)
Jarak sasaran dengan tempat memanah 31 meter. Lomba Jemparingan Gaya Mataram Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di Lapangan Mandungan, Keraton Yogyakarta, Selasa Wage (10/4). (Heri Purwata)

Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis dan traveller.

Sudah agak lama saya berencana ingin belajar memanah. Tapi sampai sekarang belum terealisasi juga, karena waktunya belum ada. Menurut saya, perempuan yang bisa memanah itu keren.

Sekalipun memanah terlihat mudah, namun membutuhkan keterampilan dan kekuatan fisik. Mereka yang bisa memanah dengan baik, pastilah mempunyai kemampuan koordinasi antara mata, tangan, keseimbangan, dan fokus yang prima.

Memanah merupakan salah satu kemampuan yang disunahkan Rasulullah SAW untuk dikuasai. Seperti tersebut dalam hadis, "Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang dan memanah.” [HR Bukhari dan Muslim]

Tercatat beberapa sahabat mempunyai keahlian memanah yang luar biasa. Yang paling masyhur adalah Sa'ad bin Abi Waqash.

Ia adalah sahabat yang melesatkan seribu anak panah di Perang Uhud. Sekaligus sebagai pemanah pertama dalam jihad fi sabilillah. Secara khusus Rasulullah SAW mendoakan Sa'ad dengan kalimat, "Ya Allah, tepatkan lemparan panahnya dan kabulkan doanya." [HR Hakim].

Berikutnya, Abu Thalhah Al Anshari. Ia seorang sahabat Anshar dari suku Bani Khazraj di Madinah. Di tengah kecamuk perang Uhud, ia menggunakan kemampuannya untuk melindungi Rasulullah SAW. Kekuatannya sungguh luar biasa. Dalam peperangan itu ia sampai mematahkan tiga busur panah.

Selanjutnya ada sepupu Rasulullah SAW. Putra Shafiyyah yang bernama Zubayr bin Al Awwam. Kehebatannya dalam memanah bahkan mampu melewati lubang mata pada topeng yang biasa dikenakan oleh para prajurit.

Lalu ada Uqbah bin Amir Al Juhani. Ia adalah sahabat yang sempat menjadi panglima serta gubernur di masa Daulah Umayyah. Selain kemampuan memanah yang hebat, ia juga meriwayatkan hadis tentang keutamaan memanah dan berkuda.

Pada periode Daulah Utsmani, para pemanah mendapat perhatian khusus dari Sultan

photo
Keterangan foto: Memanah sembari menunggang kuda.

Muhammad Al Fatih. Sang Sultan mendirikan tempat khusus latihan memanah yang disebut Okmeydanı di atas tanah waqaf di dekat Golden Horn. Para prajurit yang telah lulus pelatihan akan dinobatkan oleh Sultan menjadi Kemankes.

Ada semacam lomba yang digelar secara rutin untuk memantau kemampuan para Kemankes ini. Menariknya, sebelum lomba mereka disyaratkan untuk berwudhu. Lalu berkumpul di suatu tempat yang disebut Ayak Taşı atau batu kaki.

Yel-yel yang diteriakkan sebelum mulai memanah adalah, "Ne hava vü ne keman-ü kemankeş. Ancak erdiren menziline nidayı ya Hak!"

Dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih, "Bukan karena cuaca dan bukan karena busur, melainkan kami para pemanah dapat menjangkau tempat yang jauh karena Engkau sang Al-Haq".

Ada doa dan harapan seiring lepasnya anak panah dari busurnya. Seperti tersebut dalam QS Al Anfal: 17. "Wahai dia yang melesatkan anak panah! Jika engkau mengenai tujuanmu itu bukanlah karena kemampuanmu melainkan karena Allah."

Hebatnya lagi, peradaban Islam juga meninggalkan jejak literasi atas kemampuan memanah ini. Seperti yang tertulis dalam kitab "Ghunyat at-fi Ma'rifat tullab Rami an-Nushab" yang ditulis Taybugha al-Ashrafi al-Baklamishi pada 1368.

Kitab yang berisi seluk beluk dan teknik memanah ini lalu diterjemahkan oleh John Latham dalam bahasa Inggris dan diberi judul "The Complete Manual of Archery for Cadets."

Naskah terjemahan ini tersimpan di British Museum, Inggris. Pada 1970, naskah tersebut diterbitkan untuk umum oleh The Holland Press. Lalu, ada juga kitab "Fi Bayan Fadhl al-Qaws wa-'I-Sahm wa-Awsafihima", yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi "A Book on The Excellence of the Bow and Arrow and the Description Thereof."

Kitab ini ditulis sekitar tahun 1500. Dan baru diterjemahkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1945 oleh Nabih Amin Faris dan Robert Potter Elmer, lalu diterbitkan Princeton University Press.

Hampir 200 tahun setelah Taybugha menulis kitabnya, barulah Barat memiliki literasi tentang memanah. Salah satu yang paling terkenal adalah "Toxophilus". Buku yang membahas beragam teknik memanah yang ditulis oleh Roger Ascham di Inggris pada 1545.

Selain itu juga ada buku "Theory and Practice of Archery". Buku ini ditulis oleh Horace Ford pada 1856.

Melihat angka tahunnya, dapat dipastikan Islam mengenal lebih dahulu teknik dan seluk beluk memanah ketimbang peradaban Barat.

Ah, saya jadi teringat film lawas Robin Hood: Prince of Thieves (1991). Kalau nonton, di film itu Robin Hood bersahabat dengan seorang Muslim yang bernama Azeem. Jangan-jangan Robin Hood pun belajar memanah dari sahabatnya itu!

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement