Kamis 05 Sep 2019 19:04 WIB

Wahid Foundation: Politisasi Agama Masih Ada, Meski Menurun

Wahid Foundation menilai politisasi agama masih marak.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Nashih Nashrullah
Pilkada (ilustrasi)
Foto: Antara/Embong Salampessy
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wahid Foundation kembali merilis Laporan Beragama dan Berkeyakinan tahun 2018. Dalam isinya, politisasi agama menjadi salah satu topiknya.

Direktur Eksekutif Wahid Foundation, Mujtaba Hamdi, mengatakan dalam melakukan pemantauan politisasi agama di berbagai wilayah di Indonesia, pihaknya mendapatkan banyak hasil. 

Baca Juga

Menurut dia, jumlah politisasi agama yang dilakukan berbagai pihak bisa dibilang turun jika dibandingkan antara 2017 dan 2018. Pada 2017 ada Pilgub DKI, dan 2018 juga ada beberapa pemilihan di berbagai daerah. 

“Tapi politisasi agama turun karena pemilihan pada 2018 tidak memiliki kesempatan besar seperti 2017 di DKI lalu," Ujar dia di Jakarta, Kamis (5/9).  

Namun dia menuturkan politisasi tersebut masih terjadi pada 2018 dengan pola yang sama dari yang sebelumnya, seperti 2017. 

Dia menjelaskan, setidaknya ada tujuh tindakan ujaran kebencian atau pernyataan diskriminatif yang termasuk dalam politisasi agama.   

Merujuk laporan tersebut ia menuturkan, tujuh kasus tersebut di antaranya adalah, politisasi agama oleh salah satu paslon di Pilkada Sidrap yang menyebutkan sedang melawan "kafir" pada April 2018. 

Masih pada April, muncul salah satu pernyataan dari tokoh politik yang menyamakan Pemilu 2019 sebagai partai Allah melawan partai setan. Kemudian pada Mei juga muncul ujaran dari ustaz di Surakarta yang menyatakan haram mendukung salah satu paslon presiden. 

Satu bulan kemudian ujaran diskriminatif dari seorang tokoh pejuang subuh Indonesia, yang mengatakan bahwa masyarakat tidak boleh memilih calon yang tidak shalat Shubuh. 

Masih di Juni, ada perkumpulan ulama di Jatim yang menyebut umat Islam pemilih salah satu paslon gubernur sama dengan berkhianat pada Allah dan Rasul-Nya. 

Pada Juni tersebut juga ada pernyataan melalui pemasangan spanduk di jalan protokol kota Medan yang intinya menyerukan agar masyarakat tidak memilih "kafir". 

Terakhir pada Desember, muncul pernyataan dari Ormas keagaaman yang mengeluarkan fatwa haram untuk memilih capres dan caleg yang berasal dari partai penista. 

Oleh karena itu, menurut Mutjaba Hamdi, pihaknya akan terus memantau HAM khususnya hak kebebasan beragama sebagai bagian dari kontribusi Wahid foundation. 

Menurut dia dengan adanya konsistensi yang telah dilakukan pihaknya selama 11 tahun tersebut akan ada kemajuan dalam memetakan HAM dan kebebasan beragama di Indonesia. "Untuk itu kita akan usulkan ke Presiden di RPJMN, agar toleransi harus lebih ditekankan," Ujar Mutjaba. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement