Rabu 04 Sep 2019 05:00 WIB

Di sini Bambu Runcing Dibuat untuk Lawan Penjajah Jawa Barat

Pesantren Miftahuttholibin menjadi pusat pergerakan pejuang.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Pondok Pesantren Miftahuttholibin di Desa Timbang, Kecamatan Cigandamekar, Kabupaten Kuningan
Foto: Republika/Andrian
Pondok Pesantren Miftahuttholibin di Desa Timbang, Kecamatan Cigandamekar, Kabupaten Kuningan

REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN – Setelah wafatnya KH Mahfudz bin KH Soleh, Pondok Pesantren Miftahuttholibin di Desa Timbang, Kecamatan Cigandamekar, Kuningan dipimpin KH Abbas Mahfudz. 

Di bawah kepemimpinan Kiai AbbaS Mahfudz pesantren yang telah berdiri sejak abad ke-18 itu mengalami perkembangan pesat.   

Baca Juga

Santri Kiai Abbas Mahfudz banyak berdatangan dari berbagai wilayah di Kuningan dan Cirebon. Kiai Abbas yang pernah menimba ilmu di Jombang Jawa Timur dan Magelang Jawa Tengah itu juga dikenal sebagai ulama yang menguasai ilmu kanuragan. Karenanya pesantren Miftahuttholibin kerap didatangi para pejuang yang meminta doa restu dari Kiai Abbas sebelum turun ke medan perang.   

Menurut pengasuh santri putra Ponpes Miftahuttholibin, Ustaz Muhammad Faiz Tantowi, di antara peran Kiai Abbas saat masa kolonial Belanda adalah menyiapkan bambu-bambu runcing bagi para pejuang.   

“Karena di Jawa Barat belum ada pusat bambu runcing, sehingga kiai Abbas mendirikannya. Bersama santri-santrinya beliau membuat bambu runcing dan didoakan Kiai Abbas, lalu para pejuang datang dan mengambilnya,” kata Ustaz Faiz yang merupakan cucu dari Kiai Abbas Mahfudz saat berbincang dengan Republika,co.id pada Selasa (3/9).   

Mengetahui peran Kiai Abbas Mahfudz itu, pasukan Belanda pun beberapa kali mencoba menangkap Kiai Abbas Mahfudz. Namun pasukan Belanda tak pernah menemukan Kiai Abbas meski telah berulang kali menggeledah rumahnya.    

Padahal kala itu, Kiai Abbas berada di rumah. Menurut Ustaz Faiz, hal itu merupakan salah satu karamah Kiai Abbas Mahfudz yang dapat mengaburkan pandangan musuh.    

Kiai Abbas Mahfudz wafat pada 1973. Pesantren Miftahuttholibin kemudian dipimpin kedua putranya yakni KH Abdul Manaf Abbas dan KH Mansur Abbas. 

Santri Ponpes Miftahuttholibin saat ini mencapai 350 santri. Pesantren salaf ini juga mempunyai metode unik dalam mendidik santrinya agar bisa cepat membaca kitab. Yakni dengan metode Al Miftah yang diadopsi dari Ponpes Sidogiri. 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement