Selasa 03 Sep 2019 20:38 WIB

Kisah Suksesnya Pesantren Al-Ittifaq Jalankan Agrobisnis

Pesantren al-Ittifaq memberikan bekal kemampuan bertani.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan / Red: Nashih Nashrullah
Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil meluncurkan Program One Pesantren One Product (OPOP), di Pondok Pesantren Al Ittifaq Kampung Ciburial Desa Alam Endah, Rancabali, Kabupaten Bandung, Rabu (12/12).
Foto: Foto: Arie Lukihardianti/Republika
Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil meluncurkan Program One Pesantren One Product (OPOP), di Pondok Pesantren Al Ittifaq Kampung Ciburial Desa Alam Endah, Rancabali, Kabupaten Bandung, Rabu (12/12).

REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG — Identitas santri yang selama ini diidentikkan berkutat pada urusan mengaji dan berdakwah kini mulai berubah. Di pesantren modern al-Ittifaq, Bandung, Jawa Barat, misalnya, santri tidak hanya belajar mengaji, tetapi mereka juga diajarkan bagaimana cara berusaha dibidang pertanian atau agrobisnis.  

Salah satu pelopor agar santri belajar agrobisnis di pondok pesantren tersebut adalah KH Fuad Affandi. Baginya, tidak semua santri akan memilih jalan sebagai pendakwah atau ustaz. Oleh karena itu, diperlukan keterampilan lain yang dimiliki santri yaitu usaha.   

Baca Juga

Bidang agro bisnis dipilih pesantren sebab berdasarkan letak geografis pondok yang berada di area pertanian di Desa Alam Endah, Kabupaten Bandung. Berbagai usaha pertanian dijalankan dengan peran para santri didalamnya, dari mulai menanam hingga pengemasan dan pemasaran ke berbagai tempat. 

Saat ditemui, salah seorang pengurus Pondok Pesantren al-Ittifaq, Rizal Fauzi (26) menceritakan saat ini pondok pesantren yang didirikan pada 1934 dikelola generasi ketiga yaitu KH Fuad Affandi. Keterlibatan santri dalam usaha agro bisnis sendiri katanya dimulai pada 1970-an. 

Bisnis pertanian semakin berkembang, sehingga produk pesantren dipasarkan ke supermarket di wilayah Bandung Raya. Saat itu katanya, produk pertanian dijual ke bandar. Namun, saat ini pemasaran langsung dikirim ke supermarket.  

"Santri mengolah tanaman dari mulai pembibitan, menanam hingga panen," ujarnya, Selasa (3/9).    

Rizal mengungkapkan rata-rata santri tradisional memiliki latarbelakang anak putus sekolah, tidak mampu dan tengah berhadapan dengan hukum. Dengan usia SMP dan SMA. Mereka katanya ada yang berasal dari Tasikmalaya, Garut dan Cianjur dan digratiskan tinggal selama di pondok pesantren.  

Menurutnya, kegiatan santri tradisional sejak pukul 07.00 Wib hingga 11.00 Wib berada di kebun milik pesantren seluas 14 hektare. Kemudian tiap beres salat wajib berjamaah mereka katanya mengaji kitab kurang lebih maksimal dua jam. 

"Santri disini dengan yang tidak mukim jumlahnya 1.000 orang. Kalau yang mondok ada 300 orang. Santri Salafinya ada 100 orang," katanya.    

Dirinya mengungkapkan, para santri diberi tanggungjawab mengelola satu lahan dengan dibarengi mentor yang merupakan alumni pondok pesantren. Mereka katanya diberikan pembelajaran tentang agro bisnis termasuk menanam wortel, kol, stroberi, dan jeruk. 

"Pemasaran kita sudah ke supermarket di Bandung dan Jakarta serta Tangerang. Disini liburnya 1 dan 2 syawal, lainnya gak libur. Produksi tiap hari dua ton ke atas dari berbagai jenis tanaman," katanya.  

Rizal mengatakan usaha agrobisnis yang dijalankan santri dilakukan atas dasar tidak semua santri menjadi kiai atau ustaz. Oleh karena itu, KH Fuad Affandi mendorong santri bisa usaha. 

Menurutnya, para santri tradisional yang bermukim paling lama enam tahun. Kemudian sehabis dari pesantren katanya banyak alumninya yang membuka usaha sendiri di bidang agrobisnis dan menyuplai produk ke supermarket.  

"Kalau santri ada yang ingin melanjutkan sekolah diikutkan paket C," katanya. Saat selesai mondok di pesantren, para santri tradisional pun akan dibekali sejumlah uang hasil simpanan mereka selama di pondok pesantren. Pesantren memiliki tempat pengemasan dan tempat menjual produk-produk pertanian. 

 M

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement