Senin 02 Sep 2019 15:45 WIB

Muslim Selandia Baru Ikuti Pemilihan Dewan Kota

Pencalonan ini merupakan pertama kali diikuti komunitas Muslim Selandia Baru.

Rep: Zainur Mahsir/ Red: Agung Sasongko
Mahasiswa di University of Otago mengenakan jilbab sebagai bentuk dukungan untuk Muslimah usai penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru, Kamis (21/3).
Foto: Radio NZ
Mahasiswa di University of Otago mengenakan jilbab sebagai bentuk dukungan untuk Muslimah usai penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru, Kamis (21/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota komunitas Muslim di daerah Christchurch, Selandia Baru memberi dukungan bagi Zahra Hussaini dan Gamal Fouda untuk mengikuti pemilihan daerah di wilayah tersebut. Dua orang tersebut menjadi kandidat Muslim pertama yang ikut serta dalam pemilihan pemerintah daerah Christchurch

Kandidat dewan Komunitas Riccarton, Gamal Fouda memutuskan untuk mencalonkan diri setelah serangan di masjid pada 15 Maret lalu. Fouda yang datang ke Selandia Baru pada 2003, dan berasal dari Mesir merupakan seorang guru sekolah dasar yang kemudian menjadi imam di Masjid Al Noor di Christchurch.

Fourda baru mulai menyampaikan khotbah di masjid tersebut ketika penembakan yang mengakibatkan 42 orang meninggal terjadi di masjid itu. Kepada RNZ Dia mengatakan, serangan teror membuatnya menyadari bahwa perlunya adanya jalan keluar di masyarakat untuk membangun ikatan bersama.

"Toleransi dan pemahaman budaya lain sangat penting dan itu akan menciptakan kohesi dan harmoni dalam masyarakat kita," ujar dia seperti dilansir RNZ, Senin (2/9).

Fouda mengatakan, bahwa ia ingin bekerja dan mewakili semua orang, mendengarkan ide-ide mereka dan juga memerangi rasisme di lingkungan itu. Sementara itu, kandidat dewan Komunitas Waimari, Zahra Hussaini mengatakan, bahwa dia senang dengan adanya keberagaman pilihan kandidat yang bersemangat menangani masalah kualitas air, perumahan, pemuda dan masalah perubahan iklim.

Hussaini menuturkan, dia juga sebenarnya telah berpikir tentang memasuki politik selama lebih dari setahun. Meskipun ia mengklaim bahwa studinya tersebut tertunda setelah penembakan yang terjadi di masjid.

Dia mengatakan bahwa ia menggunakan waktunya itu sebagai sukarelawan bersama para kaum muda untuk mengerjakan proyek-proyek perubahan iklim. "Saya mungkin wanita Muslim pertama yang menjalankan ini dengan jilbab. Inilah saya sebagai pribadi dan merupakan bagian dari iman saya juga – yang diharapakan mampu melayani masyarakat,” kata dia.

Sebagai pribadi yang tumbuh di Iran hingga kemudian pindah ke Selandia Baru, ia mengatakan akan memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Menurut dia, pengambilan langkah tersebut diharapkan bisa membawa suara minoritas ke meja dewan.

"Mampu mengambil langkah ini dan menjadi suara, tapi tidak hanya untuk komunitas Muslim, melainkan juga komunitas yang lebih luas,” ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement