REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Muharram adalah salah satu dari empat bulan (Zulqaidah, Zulhijjah, dan Rajab) yang disucikan Allah SWT.
Bahkan dalam Alquran surah at-Taubah ayat 36-37 dijelaskan, bahwa pada Muharram ini dilarang mengadakan peperangan dan pada bulan ini perbuatan maksiat yang dilakukan dosanya lebih besar dibandingkan di bulan-bulan lainnya.
Salah satu amalan yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW untuk dikerjakan pada Muharram adalah ibadah puasa (shaum).
Mantan rektor Istitut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta, KH Dr Ahsin Sakho Muhammad, mengatakan nama lain dari Muharram adalah 'Assyura', karena di antara harinya ada hari ke-10 yang dianjurkan puasa.
Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Puasa yang paling utama sesudah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah (syahrullah) Muharram. Sedangkan shalat malam merupakan shalat yang paling utama sesudah shalat fardhu" (HR Muslim).
Kiai Ahsin menjelaskan, sunah untuk berpuasa di hari Asyura' berawal saat Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, dia mendapati kaum Yahudi berpuasa pada 10 Muharram. Nabi SAW pun bertanya tentang puasa mereka.
Mereka menjawab, "Hari ini Allah SWT memenangkan Musa dan Bani Israel terhadap Firaun dan kaumnya, maka kami berpuasa sebagai mengagungkan hari ini".
Maka Nabi SAW bersabda, "Kami lebih layak mengikuti jejak langkah Musa dari kamu." Nabi SAW mengatakan bahwa umat Islam lebih lebih layak untuk mengikuti langkah Nabi Musa daripada kaum Yahudi. Karena itu, Rasul memerintahkan para sahabat agar berpuasa pada Muharram sebagai tanda syukur kepada Allah.
"Berpuasa di hari Asyura sebagai syukur atas kenikmatan yang diberi Allah SWT. Karena kenikmatan Nabi Musa as juga kenikmatan kita sebagai Muslim," kata Kiai Ahsin, saat dihubungi Republika.co.id.
Berpuasa pada Muharram begitu istimewa karena ganjaran pahalanya. Nabi SAW menjanjikan mereka yang melaksanakan puasa pada 10 Muharram akan diampuni dosanya selama satu tahun di masa lalu. Sebagaimana diriwayatkan:
"Puasa hari Asyura', sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang lalu" (HR Muslim).
Riwayat lain dari Abu Qatadah al-Anshari RA, menyebutkan Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Asyura', maka beliau mengatakan: "Puasa Asyura' dapat menghapuskan dosa-dosa kecil setahun yang lalu" (HR Muslim).
Sejumlah peserta mengikuti pawai obor elektrik pada Jakarta Muharram Festival di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Sabtu (31/8).
Namun demikian, Nabi SAW menganjurkan agar umat Islam juga melakukan puasa di hari kesembilan Muharram atau disebut 'Tasu'a' agar berbeda dari puasa kaum Yahudi. Nabi mengatakan sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, seandainya tahun depan dia masih hidup, niscaya dia akan berpuasa pada hari kesembilan Muharram. Namun, belum tiba tahun yang akan datang, Nabi SAW sudah wafat.
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Nabi SAW mengatakan, "Berbedalah dengan puasa orang Yahudi, lakukan di sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." Kiai Ahsin menjelaskan, berpuasa di hari kesembilan atau kesebelas agar membedakan antara puasa Asyura' dalam Islam dengan yang dilakukan oleh orang Yahudi. Karena kaum Yahudi hanya berpuasa pada hari kesepuluh Muharram.
Selain berpuasa, Kiai Ahsin mengatakan dianjurkan untuk memperbanyak amalan baik lain di bulan Muharram, seperti bersedekah dan membaca Alquran.
Kiai Ahsin menambahkan, ada baiknya umat Muslim merenungkan beberapa hal saat menjalankan ibadah puasa Tasu'a dan Assyura'.
Dia mengatakan, agama yang dibawa Nabi Muhammad dan Nabi Musa pada dasarnya sama, yakni ketauhidan dalam Islam. Hanya saja, Nabi SAW membawa ajaran yang menjadi penyempurna ajaran sebelumnya.
Selanjutnya, kata Kiai Ahsin, estafet ajaran Allah atau kenabian yang paling berhak mendapatkannya adalah Nabi Muhammad. Nabi Muhammad diutus Allah dengan membawa ajaran Islam.
Pelajaran selanjutnya, menurutnya, mensyukuri nikmat Allah dapat dilakukan dengan beribadah berupa puasa, membaca Alquran, dan bersedekah.