Sabtu 31 Aug 2019 17:10 WIB

Ratu Mamluk yang Tangguh Shajarat Al Durr

Pendapat militer Shajarat dianggap sebagai penentu kemenangan.

Kota Kairo, Mesir. Dinasti Mamluk berkuasa di Mesir cukup lama, yakni sekitar 267 tahun (1250-1517).
Foto: medievalists.net
Kota Kairo, Mesir. Dinasti Mamluk berkuasa di Mesir cukup lama, yakni sekitar 267 tahun (1250-1517).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kiprahnya dalam dunia politik tak perlu diragukan lagi. Muslimah ini bahkan dikenal sebagai pendiri Dinasti Mamluk. Meski asal-usulnya tak banyak diketahui, Shajarat Al Durr tetap dikenang sebagai ratu yang tangguh.

Nama Shajarat Al Durr sebenarnya merupakan julukan yang berarti pohon mutiara. Dia dijuluki itu karena dikenal sangat menyukai permata laut. Shajarat lahir sekitar abad ke-13 di Armenia dari keluarga besar Kipchak, yakni orang Turki yang nomaden. Ibnu Batuta me ngatakan, keluarga Kipchak terdiri atas orang-orang berambut pi rang, perempuan di keluarga ter sebut pun telah memegang status tinggi.

Pada masa kelahiran Shajarat, dunia tengah dilanda ekpedisi raksasa pasukan Mongol yang menyapu hampir seluruh daratan Asia, termasuk Armenia. Pada saat bersamaan, tampuk kekua sa an di Mesir sudah beralih dari Dinasti Fatimiyyah ke Dinasti Ayyubiyah.

Dinasti Ayyubiyah merupakan dinasti Muslim dari suku Kur di yang didirikan oleh Salah uddin. Kekuasaan dinasti tersebut cukup luas, pada abad ke-12 dan ke-13 mencapai sebagian besar Timur Tengah.

Waktu terus berjalan, Dinasti Ayyubiyah menjadi dinasti yang disegani para lawan. Kala itu, Sha jarat sudah dinikahi oleh Sultan Al Malik Al Salih atau As Salih Ayyub. Ia adalah sultan Mesir dari Dinasti Ayyubiyah. Seorang sejarawan bernama Al Makrisi menyatakan, saking cintanya sang sultan kepada istrinya, ia pun selalu membawa Shajarat ke medan perang.

Mujahidah tersebut juga tak pernah menolak atau lari dari pertempuran. Shajarat justru menjadi pena sihat militer paling berpengaruh karena semua pendapatnya sangat brilian, sehingga dianggap sebagai penentu kemenangan.

Setelah kematian suaminya, pe ran sang ratu semakin penting, terutama dalam Perang Salib ketujuh melawan Mesir pada 1249 sampai 1250 Masehi. Kecerdasan sekaligus strategi Shajarat berhasil melawan pasukan Salib Ketujuh yang dipimpin oleh Louis IX dari Prancis.

Selanjutnya, pada 1250 ia di angkat menjadi sultana. Ini menandai akhir pemerintahan Ayyu biyah dan dimulainya era Dinasti Mamluk. Pengangkatan Shajarat bukan tanpa alasan. Setelah As Salih Ayyub wafat, dinasti dipimpin oleh Turan Shah, yaitu putra tertua As Salih dari istri pertamanya. Tetapi, di bawah kepe mimpinan Turan, kondisi negara menjadi tak menentu. Rakyat pun tak suka dengan pemerintahannya.

Situasi politik dalam negeri bertambah kacau ketika Turan lebih mengutamakan pasukan yang dibawanya dari Syiria daripada orang-orang Mamluk yang sudah bertahun-tahun menjadi elite di Ayyubiyah. Akhirnya, terjadi gesekan yang menyebabkan terbunuhnya Turan.

Orang-orang Mamluk kemudian menobatkan Shajarat seba gai pemimpin me reka. Perlu diketahui, Dinasti Mamluk memerintah Mesir hing ga awal abad ke- 19 Masehi.

Tak lama setelah resmi men jadi sultana, Shajarat mulai meng hadapi sejumlah tantangan. Salah satunya, kritikan mengenai pemimpin perempuan dalam sebuah negara.

Untuk meredam itu, Shajarat lalu menikahi seorang prajurit bernama Izz Al Din Aybek dari Mamluk. Dengan begitu, Shajarat hanya memerintah selama kurang lebih 80 hari sebagai sultana se belum mahkota berpindah ke Izz.Walau demikian, kekuasaan dinasti tetap dipegang Shajarat. Secara de facto, pemerintahan Shajarat di Mesir berlangsung selama tujuh tahun.

Para sejarawan menjelaskan, Shajarat merupakan pemimpin yang sangat kuat. Sang Muslimah pun sukses menegakkan keadilan serta menyejahterakan rakyatnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement