REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Sejak pukul tiga dini hari, ratusan santri Pondok pesantren Manba’ul Ulum sudah memulai aktivitasnya. Para santri mengawali hari dengan melaksanakan shalat sunat taubat, shalat sunat tahajud dan shalat sunat hajat di masjid pesantren. Zikir hingga jelang shubuh pun sudah menjadi rutinitas keseharian.
Selepas shubuh, para santri mengikuti kajian kitab-kitab kuning hingga hafalan. Metodenya dengan membuat halaqah. Setiap halaqah terdiri dari delapan sampai 10 orang berikut dengan pembimbing. Setiap halaqah memiliki pembahasan yang berbeda, ada yang mengaji fikih, tajwid hingga menghafal kitab gramatikal Arab.
Setelah mengaji santri akan berolahraga bersama, biasanya mereka lari-lari kecil di sekitar lingkungan pesantren. Untuk menambah kemampuan berbahasa asing, di pagi hari santri juga wajib mengikuti muhadatsah atau percakapan bahasa Arab serta bahas Inggris hingga penambahan kosa kata.
Sebagai pesantren yang memadukan metode pendidikan pesantren salaf atau tradisional dengan metode pendidikan pesantren modern, melalui sistem pendidikan Tarbiyatul Mualimin Al Islamiyyah, para santri Manba'ul Ulum baik tingkat tsanawiyah maupun aliyah akan diberikan pelajaran-pelajaran pesantren seperti pendalaman berbagai kitab literatur keislaman dari pagi hingga siang. Setelah itu pembelajaran berlanjut pada pelajaran-pelajaran umum.
Di sore hari, santri bebas mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang diminatinya. Ada beragam ektra kurikuler di Ponpes Manba'ul Ulum mulai dari Marching band, kaligrafi, silat, futsal, tenis meja, dan lainnya.
Sementara usai shalat Maghrib, santri kembali mengaji dengan sistem halaqah. Sebelum mengakhiri aktivitas pada pukul sepuluh malam, santri wajib melakukan evaluasi berbagai pelajaran yang sudah dipelajari seharian.
Itulah rutinitas yang dijalankan santri Ponpes Manba’ul Ulum Cirebon setiap harinya. Meski padat, santri-santri begitu semangat dan riang menjalani kegiatannya.
“Enaknya pesantren itu sehari-harinya bisa sama-sama teman banyak, mandi ngantre, makan ngantre, ngga kesel tapi malah senang karena ramai,” ungkap Aidil Ramadanizer salah satu santri yang sudah hampir lima tahun mondok di Manba'ul Ulum saat berbincang dengan Republika,co.id pada Kamis (29/8).
Aidil pun merasa senang lantaran sudah bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris.
Bangunan Pesantren Manbaul Ulum.
Menurutnya setiap pekan, dia harus menghafal minimal 30 kosa kata baru. Kosakata yang sudah dihafal itu pun wajib digunakan dalam percakapan keseharian. Ada larangan bagi santri menggunakan bahasa daerah.
Hal itu agar santri selalu berkomunikasi dengan bahasa resmi yakni Indonesia dan menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris. “Kalau saya lebih suka bahasa Arab, karena lingkungannya pakai bahasa Arab juga jadi mudah,” katanya.
Memang Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Cirebon dikenal sebagai pesantren yang sukses mengkolaborasikan sistem pendidikan salaf dan modern. Melalui model pendidikan Tarbiyatul Mu'allimin Al Islamiyyah, pesantren yang berlokasi di Jalan Nyi Ageng Serang Desa Sindangmekar, Kecamatan Dukupuntang, Cirebon itu tak hanya mengajarkan pada santri-santrinya berbagai kitab literatur keislaman.
Lebih dari itu, pesantren ini juga mempunyai beragam program agar santri bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman selepas lulus dari pesantren. Satu diantaranya yakni program bahasa asing.
Menurut Pengasuh Ponpes Manba’ul Ulum Cirebon, KH Mahfudz Hudlori, penguasaan bahasa asing terutama bahasa Arab dan Inggris begitu ditekankan pada santrinya terutama yang sudah mondok lebih dari setahun. “Kita ajak santri berpikir, diajak ngobrol, betapa pentingnya, betapa manfaatnya bisa berbahasa asing,” kata KH Mahfudz Hudlori.
Pesantren Manba’ul Ulum punya cara yang menarik dalam mengajarkan santrinya agar bisa berbahasa asing. Selain lewat pemberian kosakata serta latihan percakapan dengan bahasa asing sesama santri yang dilakukan tiap hari, pesantren juga sering menggelar nonton bareng (nobar) film-film asing baik berbahasa Inggris maupun Arab tanpa adanya terjemahan.
“Kita lewat film-film, kemudian ditanya paham ngga itu filmnya. Nanti di jelaskan. Ini untuk menggairahkan santri berbahasa asing,” kata Kiai Hudlori.
Tak hanya itu, pesantren juga kerap mendatangkan pemateri-pemateri dari luar negri untuk berbincang dengan santri menggunakan bahasa Arab atau bahasa Inggris. Meski para pengajar masih menerjemahkan bagi santri-santri yang baru mondok di Manba’ul Ulum.
Gerbang Masuk Pesantren Manbaul Ulum.
Selain menekankan santrinya untuk menguasai bahasa asing, Pesantren Manba'ul Ulum juga mendorong santri untuk mampu menghafal Alquran. Selama enam tahun mengaji, pesantren menargetkan santri minimal hafal 5 juz Alquran.
Pesantren Manba’ul Ulum pun menjalin kerjasama dengan beberapa Universitas luar negeri, seperti Universitas al-Azhar Kairo dan beberapa kampus Internasional di Turki dan Maroko. Sehingga lulusan pesantren Manba’ul Ulum pun banyak yang melanjutkan studi ke luar negeri. Kedepannya, menurut Kiai Mahfudz, Manba'ul Ulum berencana membangun pondok putri dan mendirikan perguruan tinggi.
Saat ini, terdapat 750 santri yang mengaji di Manba'ul Ulum. Pesantren Manba'ul Ulum berdiri sejak 1987. Perintisnya yakni KH Ghojali dan KH Mahfudz Suja'i.