Jumat 30 Aug 2019 06:37 WIB

Perjuangan Mendirikan Pesantren Manbaul UIum

Sejak resmi berdiri pada 1987, jumlah santri pesantren ini terus bertambah.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Agung Sasongko
Santri
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Santri

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON --- Pondok Pesantren Manba'ul Ulum Cirebon mengalami perkembangan yang begitu pesat. Sejak resmi berdiri pada 1987, jumlah santri pesantren ini terus bertambah. Bersamaan dengan itu, kemajuan juga terjadi pada sarana dan prasarana pendidikan di pesantren. Dari mulai masjid, kamar santri, perpustakaan, ruang-ruang belajar, klinik hingga lembaga formal.

Di bawah yayasan Manba'ul Ulum, kini terdapat tiga pesantren yakni Pesantren Manba'ul Ulum, Pesantren Manba'ul Ulum 2 dan Pesantren Manba'ul Ulum Salafi yang ketiganya berlokasi di  Jalan Nyi Ageng Serang Desa Sindangmekar, Kecamatan Dukupuntang, Cirebon. Tak hanya pesantren, terdapat juga Madrasah Tsanawiyah (Mts) dan Madrasah Aliyah (MA). Saat ini total santrinya mencapai lebih dari seribu santri.

Kemajuan pesantren Manba'ul Ulum tak lepas dari perjuangan para perintisnya yakni KH Ghojali dan KH Mahfudz Suja’i. Sebelum 1970, lokasi yang kini berdiri Ponpes Manba’ul Ulum itu merupakan wilayah yang sunyi karena merupakan hutan dan jauh dari pemukiman warga. Warga Sindangmekar kala itu bahkan menyebut dengan wilayah yang sunghil atau angker. Kiai Ghojali pun menjadi orang pertama yang mendirikan sebuah mushola kecil. Di mushola itulah Kiai Ghojali mengajar ngaji santri-santrinya yang merupakan warga sekitar.

“Asalnya dari Lebak, Beliau (Kiai Ghojali) sangat sederhana dan ahli hikmah. Tadinya di sini masjid kecil, beliau yang menghidupkannya,” kata Pengasuh Pesantren Manba'ul Ulum, KH Mahfudz Hudlori saat berbincang dengan Republika,co.id pada Kamis (29/8).

Kiai Ghojali menikahkan putri bungsunya dengan putra KH Suja'i dari Bobos Cirebon yakni KH Mahfudz Suja'i. Setelah wafatnya Kiai Ghojali, santri-santri yang biasa mengaji pun dipegang oleh Kiai Mahfudz Suja'i. Tak hanya itu Kiai Mahfudz Suja'i pun merintis pembangunan Madrasah Diniyah dan Sekolah Menengah Pertama sekitar tahun 1983.

Kealiman Kiai Mahfudz Suja'i membuat banyak santri dari berbagai daerah semakin banyak berdatangan. Karenanya ia pun memperbaharui mushola yang dibangun Kiai Ghojali dan memindahkan posisinya.

Pada 1987, Kiai Mahfudz Suja'i pun meminta agar santri-santri kalong yang biasa mengaji padanya  untuk bermukim. Padahal kala itu belum ada bangunan untuk kamar-kamar santri. Menurut Kiai Mahfudz Hudlori saat itu ada sebanyak 92 santri yang siap bermukim. Akhirnya, Kiai Mahfudz Suja’i pun menempatkan santri-santinya di beberapa rumah warga sekitar.

“Sewaktu beliau berhaji, di Multazam beliau berdoa agar Allah menghidupkan pesantren. Beliau punya obsesi besar untuk membangun pesantren ini,” kata Kiai Mahfudz Hudlori.

Kiai Mahfudz Suja'i pun meminta Kiai Mahfudz Hudlori dari Pesantren Al Amin Madura untuk membantu mengembangkan pesantren. Kiai Mahfudz Suja'i pun menikahkan Kiai Mahfudz Hudlori dengan putrinya yakni Nyai Anisah.

Kiai Mahfudz Suja'i pun wafat pada 1987. Sejak saat itu, pesantren Manba’ul Ulum dipimpin Kiai Mahfudz Hudlori. Pembangunan pesantren pun mulai berjalan bertahap dari renovasi masjid, pendirian pondok putra, pondok putri dan sarana lainnya. Pesantren pun semakin berkembang pesat dengan mendirikan sekolah formal.

Hingga pada tahun 2000, berdirilah pesantren Manbaul Ulum Salafi yang berfokus pada kajian kitabiyah dengan metode salafi. Sementara pesantren Manbaul Ulum yang berdiri pertama bertransformasi menjadi pesantren yang memadukan pendidikan pesantren tradisional dan modern dengan model pendidikan Tarbiyatul Mu'allimin Al Islamiyyah. Karena itu selain mengaji kitab-kitab kuningan, Manba'ul Ulum juga mempunyai program pendidikan bahasa asing yang wajib dikuasai para santrinya.

Sementara pada  2005, berdirilah Manbaul Ulum II sebagai pesantren yang fokus mencetak para penghafal Al Qur'an atau tahfidz. Selain oleh Kiai Mahfudz Hudlori, pesantren juga dipimpin oleh keturunan Kiai Mahfudz Suja'i diantaranya KH Budiman Mahfudz dan KH Taufiq.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement