Jumat 30 Aug 2019 05:34 WIB

Tokoh Islam: Urus Ketidakadilan Papua

Urus ketidakadilan Papua lebih dulu dari pada pindah ibu kota.

Rep: sapto andika candra/dessy suciati saputri/ Red: Muhammad Subarkah
Mobil Water Canon kepolisian berusaha memadamkan api yang membakar bangunan saat berlangsungnya aksi unjuk rasa di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019).
Foto: Antara/Indrayadi TH
Mobil Water Canon kepolisian berusaha memadamkan api yang membakar bangunan saat berlangsungnya aksi unjuk rasa di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Sejumlah ulama terpandang menyoroti aksi-aksi unjuk rasa yang sebagaian berujung kericuhan. Pemerintah diminta menyelesaikan persoalan di Papua dari akarnya.

"Permasalan Papua sebenarnya bukan sekadar peristiwa yang terjadi di Jawa Timur (asrama di jalan Kalasan, Surabaya), tetapi lebih dari itu adalah adanya ketidakadilan yang mereka rasakan sebagai sesama warga negara Indonesia" ujar Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Solahuddin Wahid, di Bekasi, Rabu (28/8).

Menurut Gus Solah, Papua adalah tanah yang kaya akan sumber daya alam, tetapi masyarakatnya hidup dalam kemiskinan, sementara hasilnya banyak dinikmati oleh orang di luar Papua. "Ini yang membuat mereka marah," ucap Gus Solah.

Gus Solah menambahkan, pemerintah harus serius memperhatikan nasib rakyat Papua, mulai dari pendidikan, layanan kesehatan, dan kesejahteraan. "Jadi, bukan hanya infrastruktur, tapi juga masalah kesejahteraan, kesehatan, dan pendidikan," kata Gus Solah.

 

Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengerahkan daya upaya dan pikiran untuk menyelesaikan masalah Papua. Sebab, menurut Din, masalah ini sangat serius bagi kehidupan kebangsaan, persatuan, dan kesatuan bangsa ketimbang pemindahan ibu kota negara.

"Maka, selesaikanlah secara dialogis persuasif, namun berkeadilan. Jangan terhadap pihak ini begini, terhadap pihak lain kemudian caranya lain. Kalau ada ketidakadilan dalam menegakkan, ini juga potensial mengganggu kerukunan kehidupan bangsa, maka jangan menganggap remeh," ujar dia di kantor Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, Rabu (28/8).

Menurut Din, urusan pemindahan ibu kota ke Kalimantan itu perlu dikesampingkan agar bisa lebih fokus pada persoalan Papua. Din menilai, pemindahan ibu kota itu bisa ditunda. Apalagi, lanjut dia, urgensinya belum cukup tersedia.

Bagi yang menghina orang-orang Papua, menurut dia, harus dihukum keras. "Kita berpikir-pikir kenapa nggak ditangkap atau kenapa lama ditangkap. Itu harus dihukum sekeras-kerasnya karena dia adalah biang kerok dari kerusuhan-kerusuhan yang harganya mahal sekali. Sudahlah urus soal Papua dulu, jangan ibu kota ya, apalagi enggak punya uang juga," katanya.

Wakil presiden terpilih 2019-2024 KH Ma'ruf Amin juga berharap persoalan di Papua jangan melebar lagi. “Jangan sampai ada separatisme dan juga kedaerahan yang berlebihan karena kita sebagai bangsa sudah punya kesepakatan menjaga keutuhan bangsa ini," ujar KH Ma'ruf di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Rabu (28/8).

Ma'ruf Amin menilai, pemerintah saat ini sudah melakukan berbagai pendekatan untuk Papua, mulai dari pendekatan pembangunan, keamanan, hingga budaya.

Terkait soal rusuh Papua, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat Papua tenang dalam menghadapi perkembangan situasi terkini di wilayah tersebut. Hal ini ia sampaikan terkait aksi di ibu kota Papua, Jayapura, yang berakhir ricuh disertai perusakan fasilitas umum, kemarin.

"Mari kita semuanya menjaga agar tanah Papua tetap menjadi tanah yang damai dan saya mengajak kepada semua ketua dan tokoh adat, ketua, tokoh agama, kaum muda Papua untuk mewujudkan Papua yang maju dan tetap damai," kata Presiden dalam keterangannya di Alun-Alun Purworejo, Jawa Tengah, Kamis (29/8) malam.

Jokowi juga mengaku telah memerintahkan kapolri, kepala Badan Intelejen Negara (BIN), dan panglima TNI untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelaku tindakan anarkistis dan pelontar ujaran rasial. Ia juga berjanji segera bertemu dengan tokoh adat dan tokoh masyarakat Papua. "Kita sudah berusaha, tapi waktunya saja," kata dia.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto berkeras bahwa pemblokiran informasi dan komunikasi di seantero Papua dan Papua Barat untuk menjaga keutuhan nasional.

“Provokasi, membakar masyarakat, menyebarkan berita bohong lewat media sosial. Pemerintah bertindak itu bukan sewenang-wenang, bukan melanggar hukum," ujar Wiranto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (29/8).

Ia tak dapat memastikan kapan pemblokiran internet di Papua dicabut. "Ya sampai aman," ujar Wiranto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement