REPUBLIKA.CO.ID, MANOKWARI -- Anggota DPD Papua terpilih Yorris Raweyai mengklaim soal adanya tuntutan pembubaran Barisan Anshor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser NU) oleh pengunjuk rasa di Sorong, Papua. Menurut ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua Barat, Ustaz Ahmad Nasrau, tuntutan itu memang disuarakan dalam aksi di Sorong pada Selasa (20/8).
“Saya ada rekamannya. Memang betul ada tuntutan tersebut dari pengunjuk rasa,” kata Ustaz Ahmad Nasrau kepada Republika, Senin (26/8). Kendati demikian, menurut Ustaz Nasrau, ia tak paham alasan pasti dikeluarkannya tuntutan tersebut.
Menurut dia, selama ini di Papua dan Papua Barat tak pernah ada konflik antara ormas tersebut dengan warga Papua. “Kami di sini sangat menjunjung prinsip ‘Satu Tungku Tiga Batu’. Kerukunan antarumat beragama sangat kami jaga. Tidak pernah ada gejolak seperti itu di Papua. Jadi, ini tuntutan sangat tiba-tiba,” kata dia.
Ia menduga, tuntutan itu didorong oleh peristiwa pengepungan mahasiswa Papua di Surabaya. Ia mengatakan, saat para tokoh di Papua Barat melakukan pertemuan dengan perwakilan Mabes Polri, Irjen Paulus Waterpau, pekan lalu memang ada pertanyaan soal ormas yang ikut menggeruduk mahasiswa Papua di Surabaya pada Jumat (16/8).
Kendati demikian, kata Ustaz Ahmad, tak dijelaskan soal siapa pihak ormas yang melakukan penyerangan saat itu. “Jadi, bisa jadi ada anggapan soal peristiwa di Surabaya itu yang bikin tuntutan itu,” kata dia. Ia mengatakan, persoalan tuntutan tersebut akan dibicarakan dalam pertemuan tokoh-tokoh di Papua Barat selekasnya.
Ustaz Nasrau menuturkan, sejauh ini belum ada tindak lanjut dari tuntutan itu di Sorong maupun di Manokwari. Kondisi sudah mulai kondusif beberapa hari belakangan meski akses internet masih diblokir secara total.
Meski begitu, menurut Ustaz Nasrau, pada Senin (26/8) ini mulai ada pergerakan massa ke pusat kota Manokwari. “Tadi Bapak lihat truk-truk bawa banyak orang sudah jalan ke kota dikawal kepolisian,” kata dia.
Sebelumnya, Yorris Raweyai mengungkapkan tujuh tuntutan di Papua terkait gejolak belakangan. Tuntutan-tuntutan itu, menurutnya juga sudah disampaikan ke Menko Polhukam Wiranto saat yang bersangkutan ke Papua beberapa waktu lalu.
Republika memeriksa fakta tersebut dengan menghubungi wartawan lokal di Sorong, Chanry Suripati terkait klaim tersebut. “Info itu (dari Yorris) tidak betul. Hanya beberapa oknum warga saja yang diduga sengaja menghembuskan hal tersebut,” kata dia. Ia mengatakan, belum jelas betul siapa yang berupaya menghembuskan isu itu di Sorong.
Ketua PC GP Ansor Kota Surabaya HM Faridz Afif sebelumnya membantah adanya pihak Banser NU yang melakukan penggerudugan dan bertindak rasialisme terhadap mahasiswa Papua di daerah tersebut. Menurut Afif, bahkan di hari pertama pengepungan tidak ada anggota Banser ataupun Ansor yang datang ke sana.
"Enggak (Banser Surabaya melakukan penggerudukan dan melakukan tindakan rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya)," ujar Afif dikonfirmasi //Republika//, Senin (19/8) malam.
Afif mengakui, pada hari kedua memang ada anggota Banser NU yang datang ke asrama mahasiswa Papua. Namun, mereka yang datang sama sekali tidak mengenakan atribut Banser. Afif mengatakan, kedatangan anggota Banser tersebut hanya untuk memantau dan membantu aparat kepolisian, jika sewaktu-waktu tenaganya dibutuhkan.
“Mereka hanya melihat bukan ikut menggeruduk. Ada yang hanya jaketan, topian, hanya melihat situasi dan kondisi. Sudah saya perintahakan agar supaya memberikan bantuan kepada aparat yang berwajib. Nggak ada yang melakukan provokasi ataupun terprovokasi," ujar Afif.