Jumat 16 Aug 2019 17:18 WIB

Kemenag Hadirkan Terjemahan Alquran Bahasa Daerah

Hingga kini, Alquran telah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa daerah

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Hasanul Rizqa
(Ilustrasi) Mushaf Alquran terjemahan bahasa daerah yang diterbitkan Kementerian Agama.
Foto: Dok. Kemenag
(Ilustrasi) Mushaf Alquran terjemahan bahasa daerah yang diterbitkan Kementerian Agama.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) melalui Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Badan Litbang dan Diklat terus mendorong peningkatan literasi keagamaan di tengah masyarakat.

Salah satu upaya yang dilakukan ialah penerjemahan Alquran ke dalam bahasa-bahasa daerah.

Baca Juga

"Hingga saat ini, Alquran telah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa daerah, ditambah satu terjemahan ke dalam bahasa Mandar yang sedang dilakukan oleh tim Balai Litbang Agama Makassar," kata Kepala Puslitbang LKKMO Badan Litbang dan Diklat Kemenag, Muhammad Zain kepada Republika.co.id, Jumat (16/8).

Zain menerangkan, penerjemahan Alquran ke dalam bahasa daerah bertujuan penting. Misalnya, untuk lebih mendekatkan Alquran kepada umat, yang memiliki karakteristik majemuk, baik dari segi budaya maupun bagasa. Dalam konteks ini, bahasa daerah adalah bahasa ibu yang tentunya memiliki cita-rasa berbeda daripada bahasa persatuan nasional, bahasa Indonesia.

Dengan membaca terjemahan Alquran dalam bahasa ibu, lanjut dia, seseorang diharapkan dapat kian intens memahami Kitabullah.

Apalagi, tidak semua orang di daerah-daerah memahami komunikasi dengan bahasa Indonesia. Dengan menggunakan bahasa ibu, dia berharap mudah-mudahan masyarakat di daerah-daerah semakin lebih bisa memahami terjemahan Alquran.

Proses penerjemahan Alquran dilakukan dalam kurun waktu rata-rata dua tahun. Itu diawali dengan membuat nota kesepahaman (MoU) yang melibatkan pihak kampus atau lembaga terkait yang akan melakukan penerjemahan Alquran. Setelah itu, jelas Zian, proses dilanjutkan dengan penerjemahan ke dalam bahasa daerah selama satu tahun.

"Tahap berikutnya adalah validasi terjemahan Alquran dengan menghadirkan berbagai pakar termasuk pakar bahasa, pakar tafsir Alquran, dan budayawan untuk bersama-sama melakukan pencermatan dan mengoreksi substansi terjemahan tersebut," ujarnya.

 

Dilakukan Secara Teliti

Zain menegaskan, proses penerjemahan Alquran ke dalam bahasa daerah merujuk ke kitab-kitab tafsir mu'tabar. Misalnya, tafsir al-Tabari, tafsir al-Qurthubi, tafsir al-Jalalain, tafsir Ibnu Katsir, dan tafsir klasik lainnya.

Tentunya, pihaknya juga merujuk pada kitab-kitab karya para ulama kontemporer. Umpamanya, kitab Tafsir Al-Azhar Buya Hamka, tafsir dan terjemahan versi Kemenag, Tafsir al-Furqan A Hassan, atau Tafsir al-Mishbah Prof Quraish Shihab.

Setelah membaca tafsir-tafsir tersebut hingga menemukan makna yang tepat dari sebuah ayat Alquran, kemudian disesuaikan dengan bahasa daerah. Artinya penerjemahan tidak sekedar mengalihbahasakan dari bahasa Indonesia ke bahasa daerah.

Terkait proses penerjemahan Alquran seperti itu, Zain menjelaskan karena kosakata bahasa Arab sangat kaya. Maka perlu merujuk ke tafsir dalam mencari setiap padanan kata. "Di samping itu harus pula mengikuti standar operasional prosedur Kemenag dalam menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa daerah," jelasnya.

Ia menginformasikan, menerjemahkan Alquran ke bahasa-bahasa daerah merupakan program prioritas Kemenag. Juga sebagai upaya Kemenag melestarikan bahasa daerah agar tidak punah. Sebab hilangnya bahasa bukan sekedar hilangnya kata, tetapi hilangnya nilai-nilai yang terkandung dalam kata itu.

Zain berharap, ke depan Alquran terjemahan bahasa daerah bisa dibuat versi digitalnya sehingga jangkauannya semakin luas. Menurutnya, versi digital sebagai solusi atas terbatasnya distribusi Alquran versi cetakan. Semua itu bagian dari upaya Kemenag untuk terus meningkatkan literasi keagamaan masyarakat.

Hingga saat ini telah diterjemahkan Alquran dalam bahasa Aceh, Batak Angkola, Minang, Palembang dan Sunda. Selain itu terjemahan dalam bahasa Jawa Banyumasan, Osing atau Jawa Banyuwangi, Dayak, Bugis, Madura, Sasak, Kaili, Mongondow, Melayu, Ambon dan lain-lain. "Semoga ini terus berlanjut," kata Zain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement