Jumat 16 Aug 2019 03:50 WIB

Kemuliaan Bertauhid

Bertauhid adalah landasan utama bagi setiap manusia dalam menjalankan amanah hidupnya

Takwa (ilustrasi).
Foto: alifmusic.net
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muqorobbin

Hidup adalah sebuah amanah yang dianugerahkan Allah SWT kepada hambanya. Oleh karena itu, manusia dituntut untuk terus menjaga amanah tersebut dengan komitmen beribadah dan bertauhid secara totalitas.

Allah SWT berfirman, "Wahai manusia, beribadahlah kepada Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui (QS al-Baqarah: 21-22)."

Bertauhid adalah landasan utama bagi setiap manusia dalam menjalankan amanah hidupnya, baik secara vertikal maupun horizontal. Terkait dengan hal itu, Muhammad bin Abi Bakar Ushfiuriy dalam kitab Mawa'izh al-Ushfuriyyah mengisahkan dialog Nabi Musa AS dengan Allah SWT tentang pentingnya bertauhid dan implikasinya bagi manusia.

Suatu ketika, Nabi Musa AS bermunajat kepada Allah. Ia mengadukan masalah yang mengganjal selama ini di benaknya. "Ya Allah, Engkau sendiri yang menciptakan para makhluk dengan aneka ragam bentuk ciptaan. Selain itu, Engkau juga merawat makhluk-makhluk itu dengan kenikmatan dan rezeki yang juga bersumber dari Engkau sendiri. Lalu, mengapa Engkau ciptakan sendiri, tapi pada akhirnya di antara makhluk-makhluk tersebut ada yang Engkau masukkan ke dalam neraka-Mu sendiri?"

Mendapat pertanyaan seperti itu, Allah menjawab, "Hai Musa. Sekarang coba kamu berdiri! Bercocok tanamlah!" Nabi Musa mengikuti perintah Allah. Ia bercocok tanam. Agak tumbuh besar tanamannya, ia sendiri yang menyirami.

Tanaman itu, ia rawat sendiri secara penuh dengan tanpa mewakilkan orang lain sampai pada saatnya tiba masa panen. Setelah memanen secara tuntas, Nabi Musa ditanya oleh Allah. "Hai Musa, bagaimana dengan panen rayamu?" "Iya, Tuhan. Kami telah memanen dan membawa panenanpanenan tersebut untuk disimpan di gudang."

"Lalu, apakah tidak ada panenan sedikit pun yang kamu tinggalkan di sana?" "Ya Tuhan, ya mestinya yang saya bawa adalah panenan yang bagus-bagus saja. Adapun buah yang jelek saya tinggalkan," jelas Musa.

Selepas Nabi Musa mengutarakan alasannya, Allah pun kemudian berfirman, "Begitu pula Aku. Sesungguhnya Aku memasukkan neraka kepada orang yang tidak punya unsur kebaikan sama sekali." Musa penasaran, "Siapa mereka, Tuhan?" "Orang yang tidak mau berkata Lailaha illallah Muhammadur Rasulullah."

Ada pesan yang sangat kuat dalam dialog tersebut, bertauhid merupakan prasayarat menggapai kemuliaan dalam kehidupan umat manusia di dunia dan akhirat.

Seseorang yang tidak bertauhid secara totalitas dalam meniti kehidupannya akan mendapatkan ketidaktenangan, semakin dijauhkan dari kebenaran dan ancaman kehinaan dihadapan Allah SWT. Upaya menyekutukan Allah dalam bentuk pembangkangan, kemaksiatan, dan kezaliman akan mengantarkan seseorang pada kehinaan dengan balasan siksa neraka kelak di akhirat.

Begitu juga sebaliknya, seseorang yang bertauhid secara konsisten, yakni dengan mengikrarkan secara lisan (iqrarun billisan), meyakini di dalam hati (tashdiqun biljanan), dan melakukan dengan amal kebaikan (wa'amalun bil arkan) akan mendorong tercapainya derajat kemuliaan bagi seseorang di hadapan Allah SWT.

Allah SWT berfirman, "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS al- An'am: 82).

Terkait dengan hal itu, Rasulullah SAW juga bersabda sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengatakan, Laa ilaah illallah, yang di ucapkan ikhlas mengharapkan wajah Allah (HR Bukhari-Muslim). Wallahu a'lam bisshawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement