Rabu 14 Aug 2019 19:00 WIB

Masjid Raya Pekanbaru Pemersatu Masyarakat Riau

Masjid pertama kali dibangun Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah pada abad ke-18

Alquran besar di Masjid Raya Pekanbaru, Riau.
Foto: Antara
Alquran besar di Masjid Raya Pekanbaru, Riau.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Ali Jalil Syaifuddin, bagian bangunan Masjid Nur Alam ditambah dengan selasar. Bangunan ini berfungsi untuk tempat duduk para peziarah makam. Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah, Sayid Osman Syahabudin, serta keluarga Kesultanan Siak dimakamkan di sekitar masjid.

Elemen lain berupa pintu gerbang dibangun di sebelah timur masjid pada tahun 1940. Gaya lengkung setengah lingkaran tampaknya dipengaruhi oleh arsitektur India dan Persia. Sementara itu, hiasan kaligrafi dan ornamen-ornamen pada dinding gerbang mengingatkan kita pada sejumlah masjid di jazirah Arabia.

Baca Juga

Pada pertengahan tahun 1973, terdapat nama baru yang disematkan pada Masjid Nur Alam, yaitu Masjid Raya Pekanbaru. Hingga saat ini, nama yang terakhir itu lebih akrab di telinga masyarakat daripada nama-namanya terdahulu.

Ketika pertama kali dibangun oleh Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah pada abad ke-18, tepatnya tahun 1762 M, masjid ini merupakan simbol keberlangsungan 'Tali Terpilin Tiga'. Istilah yang menggambarkan hubungan antara penguasa, ulama, dan ketua adat yang berarti 'tali berpintal tiga'.

Di mana pun komunitas Muslim Melayu berada, wajib hukumnya menjunjung tiga elemen penting dalam dinamika hidupnya, yaitu pemerintahan, agama, dan adat istiadat. Menurut sejarah, pembangunan Masjid Pekanbaru diawali dengan perpindahan pusat pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dari Mempura Besar ke Bukit Senapelan (sekarang disebut Kampung Bukit).

Di pusat kekuasaan baru itu, dibangunlah istana sebagai pusat kekuasaan, masjid sebagai tempat aktivitas keislaman, dan balai kerapatan sebagai wadah ekspresi adat istiadat. Inilah arti dari memelihara keberlangsungan 'Tali Terpilin Tiga' itu.

Dalam acara peresmian bangunan baru ala Melayu atau yang dikenal dengan upacara 'menaiki', istana yang baru selesai dibangun itu diberi nama Istana Bukit; balai kerapatan dinamakan Balai Payung Sakiki; dan masjidnya bernama Masjid Alam yang merujuk pada nama kecil sultan, yaitu Sultan Alamuddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement