REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penambahan kata yang menunjukkan penghambaan kepada nama-Nya, seperti Allah dan ar-Rahman itu lebih disukai-Nya. Nama memiliki kedalaman makna dalam ajaran Islam. Nama menjadi doa sekaligus harapan. Tidak kurang, Nabi SAW memerintahkan kepada umat nya untuk memperindah nama.
Umat Muhammad akan di pang gil dengan nama itu pada hari kiamat kelak. Sekilas, Nabi SAW memberi kita petunjuk ten tang pemberian sebuah nama. "Se sungguhnya nama yang pa ling disukai Allah ialah Abdul lah (hamba Allah) dan Abdur Rah man (hamba ar-Rahman). Se dang kan, yang paling benar ada lah Harits (usaha) dan Hammam (kemauan keras). Adapun nama yang paling buruk adalah Harb (perang) dan Murrah (pahit)."
Perang Badar menjadi contoh sempurna betapa prajurit dengan nama-nama terbaik melawan pra jurit dengan nama yang bu ruk. Pada perang tanding, enam prajurit Muslim melawan enam orang pasukan Quraisy. Mereka yang datang dari pihak mu syrik in memiliki nama Al-Walid (anak baru lahir), Syaibah (uban an), dan Utbah (cela). Nama-na ma ini bermakna lemah dan tidak baik. Jika dibandingkan, prajurit Muslim memiliki nama yang jauh lebih unggul. Ali (keunggulan, ke tinggian), Abu Ubaidah (taat ber ibadah), dan al-Harits (usaha, mem bajak sawah).
Kaum musyrikin pada masa jahiliyah kerap memberikan nama yang buruk kepada anak-anak nya sendiri. Mereka memberi nama anaknya dengan sebutan Kalb (anjing) dan Dzi'bun (serigala). Ada juga nama-nama Muqatil (pembunuh), Muharib (orang yang berperang), Dharar (orang yang membahayakan), Asad (singa), hingga Namr (macan tutul). Mereka memberi nama demikian untuk membuat kecut hati musuh saat bertempur.
Sebaliknya, Rasulullah SAW kerap memberikan nama yang bagus dan indah. Dia memerintah kan agar utusan yang dipilih punya nama bagus dan berwajah tampan. Dia juga biasa mengartikan nama-nama itu baik dalam mimpi maupun ketika terjaga.
Rasulullah SAW pernah menyuruh sekelompok orang untuk memerah susu kambing. Kemu di an, salah satu dari mereka ber diri. Nabi SAW lantas bertanya ke padanya, "Siapa namamu?" Maka, Nabi menjawab, "Murrah (pahit)" Nabi kemudian bersabda, "Duduklah!" Lalu yang lain ber diri, dan beliau bertanya, "Sia pa namamu?" Ia menjawab, "Kalau tidak salah Harb (perang)," Beliau bersabda, "Duduklah." Kemudian, berdirilah seseorang yang lain dan beliau berta nya, "Siapa namamu," Orang itu menjawab Yaisy (hidup)!" Nabi SAW bersabda, "Peranglah!"
Nabi SAW bahkan pernah mengganti nama seorang perempuan, Ashiah (perempuan durhaka) menjadi Jamilah (perempuan cantik). Nabi juga membuang kata Barrah dalam Juwairiyah Barrah (Juwairiyah yang bersih dari kesalahan) menjadi Juwairah saja. Nabi SAW juga mengganti nama Abu al-Hakam dengan Abu Syuraih. Diganti pu la nama Ashram (paling tajam) dengan Zar'ah. Sementara, orang bernama Hazn diganti dengan Sahl (mudah).
Larangan nama lainnya bisa kita lihat pada hadis Nabi SAW, 'Jangan kamu menamai anakmu Yasar (mudah sekali), jangan pula Rabbah (selalu memperoleh un tung), juga jangan dengan nama Najiih (selalu sukses), tidak juga dengan nama Aflah (paling ber un tung). Maka, engkau akan ber tanya, 'Apakah memang dia de mi kian?' Jika tidak demikian, ma ka akan dikatakan, 'Tidak'. Hadis dari Zainab binti Ummu Salamah menjelaskan, Rasulullah mela rang memberi nama dengan nama ini. Beliau bersabda, "Jangan ka li an memandang diri kalian suci. Karena Allah yang lebih mengetahui siapa yang benar-benar baik di antara kalian."
Nama nabi adalah nama ter baik. Rasulullah SAW bersabda, "Berilah nama dengan nama para nabi." (HR Abu Daud dan an-Na sa'i). Sekalipun akhlak manu sia tidak sama dengan akhlak para nabi, dengan panggilan tersebut, ia akan merasa dituntut untuk menyesuaikan diri dengan makna yang dikandung dalam namanya. Hal ini cukup memberi kebaikan terhadapnya.
Nabi juga memberi nama panggilan (kun yah) sebagai bentuk penghormatan kepada para sahabat. Nabi memberi kun-yah kepada Shuhaib dengan Abu Yahya dan Ali dengan Abu Turab. Dia pun memberi kun-yah kepa da saudara Anas yang masih kecil dengan panggilan Abu Umair. Nabi melarang budak memanggil tuannya dengan sebutan rabbi. Sementara sang majikan dilarang dipanggil dengan sebutan Abdi dan Amati (hamba laki-laki dan hamba perempuanku). Kepada orang yang menyebut dirinya se bagai tabib, dia katakan, "Eng kau itu seorang rafiq (pendamping), sedang yang menjadi tabibnya adalah Zat yang Mencipta kan. "
Nama sejatinya membawa makna tertentu. Maka dari itu, dituntut sikap bijaksana agar antara keduanya memiliki keter kaitan dan kesesuaian. Maknanya pun tidak menjadi asing bagi yang dinamakan karena kebijaksanaannya. Nama-nama orang itu memiliki pengaruh atas orang yang memakainya. Nama orang itu terpengaruh dalam hal keindahan, kejelekan, keringanan, beratnya pembawaan, kelembutan, hingga kebengisan.
Nama yang paling disukai Allah mencerminkan sifat-sifat paling disukai-Nya. Dengan de mi kian, penambahan kata yang menunjukkan penghambaan ke pada nama-Nya, seperti Allah dan ar-Rahman itu lebih disukai- Nya. Hubungan yang terjadi dari Allah kepada hamba-Nya adalah hubungan kasih sayang. Maka, dengan rahmat Allah, hamba disempurnakan bentuknya. sedangkan tujuan ia diciptakan adalah agar ia menyembah hanya kepa da-Nya saja dengan penuh cinta dan pengharapan. Penyair Arab pernah berkata, "Jarang sekali pandanganmu melihat pemilik gelar (Laqab), kecuali dengan maknanya jika kau renungkan gelarnya."
Karena itu, ungkapan pujangga Inggris William Shakespear ber lawanan dengan semangat Islam dalam memaknai nama. Ung kapan Shakespeare What's in a name, A rose by any other name is still sweet. (Apalah arti sebuah nama. Sekuntum mawar dalam nama lain tetaplah harum) agak nya bertentangan dengan ajaran Islam yang hendak mengangkat harkat manusia melalui sebuah nama.Makna Sebuah Nama