Jumat 09 Aug 2019 17:25 WIB

Idul Adha di Gaza, Banyak Warga tak Mampu Berkurban

Impitin ekonomi di Gaza membuat warga kesulitan di Idul Adha.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Pasar di Kota Gaza, Palestina.
Foto: AP/Adel Hana
Pasar di Kota Gaza, Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Di bawah blokade oleh Israel dan Mesir, perekonomian di Gaza semakin mengkhawatirkan. Menurut Bank Dunia, pembatasan tersebut telah merusak ekonomi warga Gaza. 

Hampir 80 persen dari 2 juta penduduk daerah kantong ini bergantung pada sejumlah bentuk bantuan dan lebih dari setengahnya menganggur.

Baca Juga

Akibatnya, warga Gaza kesulitan untuk membeli hewan ternak untuk berkurban pada Idul Adha tahun ini. 

Salah seorang petugas polisi bernama Ali mengatakan, dia biasanya memperingati Idul Adha dengan keluarganya di Jalur Gaza dengan berkurban seekor domba. 

Akan tetapi, tahun ini dia tidak mampu membeli seekor hewan untuk kurban. Hal itu lantaran, menurutnya, Otoritas Palestina (PA) mengurangi gajinya lima bulan lalu. 

"Saya menyembelih seekor domba setiap tahun. Tapi tahun ini tidak mungkin saya bisa. Saya malu," kata ayah lima anak ini yang menolak menyebutkan nama belakangnya, seperti dilansir di Gulf Today, Jumat (9/8). 

Pria berusia 49 tahun itu mengatakan, pada Maret 2019 lalu PA memotong gaji bulanannya menjadi setengahnya. Sehingga, dia hanya mendapatkan gaji sebesar 1.500 sheker (431 dolar). Sedangkan seekor domba dihargai sekitar 500 dolar.

Selain Ali, Hassan An-Najjar juga mengaku tidak memiliki uang untuk berkurban tahun ini. Ayah enem anak yang menganggur ini mengatakan, dia biasa berkurban setiap tahunnya. Tetapi, tahun ini dia tidak bisa berkurban lantaran tidak memiliki uang. 

Menurutnya, harga seekor domba akan menelan biaya sebesar 500 dolar yang setara dengan yang diterimanya setiap triwulan dari PA. 

"Saya mencari seseorang yang bisa menjualkan domba untuk saya dan membagi biayanya menjadi tiga atau empat kali pembayaran," kata An-Najjar.  

Menurut Institut Penelitian Kebijakan Ekonomi Palestina, upah bulanan rata-rata di Jalur Gaza adalah sekitar 330 dolar. Sementara itu, para peternak di wilayah itu mengatakan, bahwa mereka sangat membutuhkan pelanggan menjelang Idul Adha ini. 

photo
Suasana pasar di Gaza saat Ramadhan

Salah seorang peternak di Gaza, Mohammad Al Balawi, mengatakan dia biasanya menjual 500 ekor setiap tahunnya kepada orang-orang yang mungkin juga membagi harga shekel 9.000 (2.600 dolar) hewan-hewan tersebut. "Tahun ini saya hanya membawa 40 sapi dan sejauh ini saya bahkan belum menjual setengahnya," kata Al Balawi.

PA yang menjalankan pemerintahan sendiri secara terbatas di Tepi Barat yang diduduki Israel, masih memiliki sekitar 25 ribu pegawai negeri sipil Gaza dalam daftar gajinya. 

Meskipun, terjadi perseteruan selama satu dekade dengan saingannya Hamas, yang telah membuat kelompok Islam itu mengendalikan wilayah pesisir. 

Banyak pegawai PA di seluruh Gaza dan Tepi Barat yang gajinya pada Maret lalu dipotong. Hal itu terjadi di tengah perselisihan dengan Israel mengenai pembayaran yang dilakukan kepada keluarga-keluarga Palestina di penjara-penjara Israel. 

Israel berdalih pembayaran upah itu menggerakkan kekerasan warga Palestina. Pada Februari lalu, Israel menghapus bagian yang ditunjuk PA untuk keluarga tahanan dari pajak yang ditransfer setiap bulan ke badan tersebut berdasarkan perjanjian perdamaian sementara.

Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, telah menolak untuk menerima sebagian transfer itu. Dia mengatakan, PA berhak atas seluruh jumlah bagiannya sekitar 700 juta shekel, lebih dari setengah anggarannya. Tekanan fiskal yang meningkat tersebut telah menekan ekonomi Palestina sebesar 13 miliar dolar AS. 

Sementara itu, pemotongan gaji telah membuat ketegangan khusus di Gaza. Hal itu lantaran pegawai negeri sipil telah terkena pemotongan gaji sebelumnya yang dikenakan Abbas pada 2017 untuk mengisolasi Hamas. (Kiki Sakinah)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement