Kamis 08 Aug 2019 13:31 WIB

Pendidikan Islam di Masa Dinasti-Dinasti Islam, Seperti Apa?

Kegiatan belajar tak hanya dilakukan di dalam masjid.

Rep: Islam Digest Republika/ Red: Agung Sasongko
  Gerbang utara Kota Resafa, situs bekas istana Khalifah Hisyam, salah satu khalifah Dinasti Umayyah.
Foto: Wikipedia.org
Gerbang utara Kota Resafa, situs bekas istana Khalifah Hisyam, salah satu khalifah Dinasti Umayyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — SP Scott dalam tulisannya yang bertajuk History of the Moorish Empire in Europe menuturkan, kegiatan belajar dan mengajar di wilayah kekuasaan khilafah Islamiyah tidak hanya dilakukan di masjid dan maktab saja. Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan pendidikan pada masa kekhalifahan Islam juga dilakukan dengan mendirikan madrasah (perguruan tinggi) dan akademi, yang sesuai dengan disiplin ilmu yang berkembang pada masa itu.

Sementara sejarawan Barat lainnya, AS Tritton, dalam bukunya Muslim Education in the Middle Ages memaparkan bahwa bangunan sekolah yang berdiri pada masa kejayaan Islam, harus berada di lokasi yang ramai dikunjungi orang, bukan di tempat terpencil.

Baca Juga

Al Makmun, salah satu khalifah Daulat Bani Abbasiyah, mendirikan Bayt al-Hikmah di Baghdad pada tahun 815 M sebagai tempat kegiatan pendidikan pada masa itu. Pada Bayt al-Hikmah ini terdapat ruang-ruang kajian, perpustakaan, dan observatorium (laboratorium). Meskipun demikian, Bait al-Hikmah belum dapat dikatakan sebagai sebuah institusi pendidikan yang cukup sempurna, karena belum terdapat kurikulum pendidikan yang diberlakukan di dalamnya.

Institusi pendidikan Islam ideal dari masa kejayaan Islam lainnya adalah Perguruan (Madrasah) Nizamiyah. Perguruan ini diprakarsai dan didirikan oleh Nizam al-Mulk, perdana menteri pada kesultanan Seljuk pada masa Malik Syah pada tahun 1066/1067 M di Baghdad dan beberapa kota lain di wilayah kesultanan Seljuk.

Sementara institusi pendidikan Islam yang mulai menggunakan sistem pendidikan modern, baru muncul pada akhir abad ke-10 M dengan didirikannya Perguruan (Universitas) al-Azhar di Kairo oleh Jenderal Jauhar as-Sigli--seorang panglima perang dari Daulat Bani Fatimiyyah--pada tahun 972 M.

Selain dilengkapi dengan perpustakaan dan laboratorium, Universitas al-Azhar sudah menerapkan sebuah kurikulum pengajaran. Pada kurikulum ini, diatur urutan materi beserta disiplin-disiplin yang harus diajarkan kepada peserta didik.

Selain adanya institusi pendidikan yang memiliki kapabilitas tinggi, pada masa kejayaan Islam, kegiatan keilmuan benar-benar mendapat perhatian serius dari pemerintah. Sehingga, kebebasan akademik benar-benar dapat dilaksanakan, kebebasan berpendapat benar-benar dihargai, kalangan akademis selalu didorong untuk senantiasa mengembangkan ilmu melalui forum-forum diskusi, perpustakaan selalu terbuka untuk umum, bahkan perpustakaan pribadi dan istana pun terbuka untuk umum. Namun, setelah kejatuhan Baghdad pada tahun 1258 M, dunia pendidikan Islam pun mengalami kemunduran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement