Selasa 06 Aug 2019 17:00 WIB

Mengenal Bibi Hayati Kermani Sufi dari Kerman

Puisi digunakan sebagai media untuk menyampaikan pandangan sufistiknya.

Oase (ilustrasi)
Foto: Wordpress.com
Oase (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rawnaq Ali Shah membuka jalan bagi Bibi Hayati Kermani. Dengan ketekunannya, ia berhasil mengantarkan adiknya itu menapaki jalan seorang sufi. Hingga akhirnya, Bibi Hayati menjelma menjadi seorang sufi perempuan ternama di zamannya dan sesudahnya. Ia cakap pula dalam menyusun puisi. 

Bahkan, Eliot Deutsch dan Ronald Bontekoe, dalam A Companion to World Philosophies menyampaikan pujian atas kumpulan puisi yang disusun perempuan kelahiran 1800-an itu. Mereka mengatakan, puisi yang ditulis Bibi Hayati merupakan yang paling menonjol di antara kumpulan puisi sufi lainnya. 

Sufi Women karya Dr Javad Nurbakhsh mengungkapkan, Bibi Hayati lahir di Kota Barn, Provinsi Kerman, Persia. Ia tumbuh di sebuah keluarga yang telah lama mengenal dan menjalankan tradisi tasawuf. Ia dibesarkan dalam pengawasan kakak laki-lakinya, Rawnaq Ali Shah. 

Sejak dini, Bibi Hayati diperkenalkan pada pengetahuan mengenai tasawuf dan jalan-jalan yang mesti dilalui seorang sufi. Bukan sekadar teori yang diserapnya, tetapi juga ia menekuni praktik tasawuf. Bakat seni yang mengalir dalam darah Bibi Hayati juga dibangkitkan. Itu berjalan dengan baik.

Menginjak usia dewasa, Bibi Hayati diajak kakaknya ke sebuah pertemuan tarekat. Ia kemudian diinisiasi untuk masuk ke dalam tarekat Nikmatullah, di bawah bimbingan pemimpin tarekat tersebut, Nur Ali Shah. Sejak saat itu, Bibi Hayati kian tekun dan mengasah kematangan spiritualnya. 

Ia mampu mencapai perkembangan yang sangat membanggakan. Tak berapa lama, benih cinta pun tumbuh di antara Bibi Hayati dan Nur Ali Shah, antara murid dan mursyidnya. Cinta mereka saling bertaut hinggga berujung ke pelaminan. 

Mereka melangsungkan pernikahan yang bahagia dan dikaruniai seorang anak yang menambahkan keceriaan keluarga mereka. Javad Nurbakhsh menuliskan gambaran hati Bibi Hayati terhadap Nur Ali Shah yang dituliskan dalam bait-bait puisinya. 

Menurut Bibi Hayati, anak panahnya yang ia lepaskan tepat mengenai hati Nur Ali Shah. Cahaya cintanya menyebar dan menyinari kalbu pujaan hatinya itu. Sang suami tahu betul kemampuan istrinya dalam menulis puisi dan menyampaikan pandangan-pandangan spiritualnya melalui puisi. 

Ia tak menghalangi Bibi Hayati. Ia menilai itu merupakan media yang baik seiring kematangan istrinya itu dalam jalan spiritual. Ia mendukung istrinya untuk terus mengekspresikan apa yang ia rasakan dalam puisi dan memublikasikan kumpulan puisi yang telah Bibi Hayati buat. 

Maka, puisi-puisinya yang bernada sufistik menyebar luas dan memperoleh apresiasi yang luar biasa. Ia menjadi seorang sufi perempuan ternama dengan gubahan puisinya. Ia tak hanya dikenal di Persia, tetapi juga di luar tanah kelahirannya itu. 

Kesibukannya dalam menapaki jalan spiritual melalui praktik-praktik ibadah serta puisi tak menghalangi Bibi Hayati untuk menjalankan kodratnya sebagai seorang perempuan dan ibu rumah tangga. Ia mampu dengan baik mendidik anaknya dan memasak untuk keluarganya. 

Ia memasak makanan dalam jumlah besar. Sebab, ia memasak tak sekadar untuk keluarganya, tetapi juga untuk orang lain. Ia memberikan masakan kepada orang-orang yang sangat membutuhkan. Ia adalah perempuan yang peka terhadap kondisi sosial di sekitarnya. 

Dengan demikian, Bibi Hayati tak fokus merasakan kenikmatan ibadah dalam doa-doa panjang dan praktik ibadah lainnya. Ia juga mampu membenamkan kesalehan sosial dalam dirinya. Memasak untuk orang-orang tak mampu menjadi bentuk kesalehan sosial yang ia tapaki. 

Orang-orang dhuafa mengenal dengan baik kebaikan yang dipancarkan dari diri Bibi Hayati. Dan ia menekuni kegiatan sosial tersebut hingga kematian menjemput dirinya pada 1853. Kematian tak membuat namanya terkubur dan dilupakan seiring pergantian masa. 

Sebaliknya, ia tetap dikenang. Puisi-puisi sufistiknya menuai penghargaan dari banyak kalangan. Ia pun diingat sebagai perempuan yang sering berbuat baik kepada sesamanya, menyantuni mereka orang-orang miskin yang membutuhkan bantuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement