Senin 05 Aug 2019 19:52 WIB

Pakar Minta Moderasi Agama Juga Diajarkan di Kampus Umum

Moderasi beragama membentengi mahasiswa dari terpapar radikalisme.

Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)
Foto: www.cathnewsindonesia.com
Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PALU— Mahasiswa di perguruan tinggi umum atau yang berada di bawah naungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) perlu dikenalkan tentang moderasi beragama. 

"Moderasi beragama adalah cara beragama yang moderat, tidak ekstrem. Cara beragama yang damai, toleran dan menghargai perbedaan. Moderasi beragama menjadi basis dalam menangkal radikalisme," kata guru besar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Sulawesi Tengah, KH Zainal Abidin, saat menyampaikan materi tentang penguatan nilai-nilai Agama Islam dalam mengantisipasi paham radikal, dalam Pelatihan Pementor Mentoring Pendidikan Agama Islam Tahun 2019 yang diselenggarakan oleh UPT Laboratorium Dasar Fakultas MIPA Universitas Tadulako Palu, Senin (5/8).

Baca Juga

Rektor pertama IAIN Palu dan guru besar pemikiran Islam modern ini mengemukakan, radikalisme dan terorisme, adalah dua hal yang saling bergandengan dimana terorisme lahir dari ideologi radikalisme.

Dia mengungkapkan, berdasarkan riset Setara Institute terdapat 10 perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia terpapar paham Islam radikal. Corak kegiatan keislaman di kampus (yang terpapar radikalisme) itu monolitik. Cenderung dikooptasi golongan Islam tertentu yang tertutup atau eksklusif.

Dalam menyebarkan ajarannya, kelompok ini menyasar organisasi kemahasiswaan dengan menjadikan masjid dan musala sebagai basis kaderisasi.

Prof Zainal yang merupakan Ketua FKUB Sulteng itu menyebut generasi muda, khususnya di dunia kampus menjadi sasaran utama penyebaran radikalisme. "Salah satu alasannya, ialah generasi muda masih dalam proses pencarian jati diri, merupakan target potensial untuk menerima paham-paham baru," kata dia.

Bahkan, Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat ini mengutarakan, mahasiswa eksakta lebih mudah menerima paham radikal soal menuntut perubahan sosial dan politik dengan cara ekstrem.

"Menteri Mohammad Nasir pernah menyatakan mahasiswa eksakta lebih mudah terpapar, karena cara berpikir anak eksakta itu logis dan pragmatis, sehingga dia hanya melihat black and white," sebut dia.

Karena itu, Rois Syuriah Nahdlatul Ulama Sulteng ini menyebut perlu pengenalan dan pemberian pemahaman moderasi beragama, dengan menanamkan prinsip, realistis, humanis, inklusif, kerjasama, adil, dan toleran.

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement