Jumat 02 Aug 2019 07:40 WIB

Empat Alasan Pentingnya Umat Islam Memiliki Tekad

Seorang Mus lim dituntut mempunyai tekad bulat dan cita-cita mulia.

Takwa (ilustrasi).
Foto: alifmusic.net
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tekad kuat menjadi kunci keberhasilan Suatu saat, seseorang pernah bertanya kepada Ibnu al-Jauzi. Orang tersebut menanyakan perihal bolehkah ia bersenang-senang dan berhibur sejenak untuk melupakan sementara waktu akan kepenatan hidup?

Ibnu al-Jauzi yang dikenal pakar dan piawai itu pun menjawab, “Jangan biarkan dirimu lalai,” kata tokoh yang bernama lengkap Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin al-Jauzi al-Qurasyi al- Baghdadi itu.

Demikian juga dengan Ahmad bin Hanbal. Ia memberikan doktrin kepada buah hatinya untuk tetap bertekad kuat dan tidak mudah tergelincir. “Wahai anakku, aku telah berikan komitmen keseriusan dari diriku,” kata pendiri Mazhab Hanbali tersebut. Sang anak pun berbalik bertanya, kapankah ia mesti beristirahat untuk memanjakan diri? Ahmad bin Hambal yang juga pakar hadis itu pun mengatakan, “(Nan ti), saat kaki pertama melang kah di surga.”

Seberapa pentingkah memiliki tekad (himmah) yang kuat bagi seorang Muslim? Termasuk juga bercita-cita tinggi?

Syekh Hasan bin Sa’id al-Hasaniyah dalam bukunya berjudul Al-Qamam Ya Ahl al-Himam memaparkan ada setidaknya empat alasan, mengapa seorang Mus lim dituntut mempunyai tekad bulat dan cita-cita mulia.

Alasan pertama yang ia kemukakan ialah bahwasanya setiap manusia diciptakan untuk beribadah ke pada- Nya. Hal ini sebagaimana di tegaskan ayat 56 Surah Adz dzaa riyaat. Dan, beribadah itu tak cukup hanya dengan ritual biasa; selesai begitu saja dengan ditunaikannya iba dah.

Alasan kedua, hidup di dunia ada lah peperangan antara semangat kebajikan dan nafsu angkara. Ke dua hal itu saling berlomba untuk mendominasi satu sama lain. “Apa kah manusia itu mengira bahwa me reka dibiarkan (saja) mengatakan, “Ka mi telah beriman, sedangkan mereka tidak diuji lagi?” (QS al-Ankabuut [29] : 2). Tanpa tekad kuat, sulit untuk tetap bertahan dan tampil sebagai pemenang.

Alasan ketiga, Islam adalah agama yang menekankan produktivitas dan karya nyata. Sayyid Qutub da lam kitab tafsirnya Fi Dhilal al-Qur an, mengomentari ayat ke-12 dari surah Maryam. Ia mengatakan atas izin Allah, Nabi Yahya mewarisi tonggak kepemimpinan dan estafet kenabian dari sang ayah, Zakaria.

Yahya AS pun akhirnya menerima tugas tersebut dengan segenap amanat, kemampuan, dan komitmen tinggi. Ia bertekad tidak akan mundur dari kewajibannya itu.

Sedangkan alasan yang keempat, peradaban ‘pesaing’ Islam senantiasa menunggu generasi muda mereka lalai. Sekejap saja tidak waspada maka dengan mudahnya mereka akan mengubah pola pikir, gaya hidup, dan cara berinteraksi mereka sehari. Dengan demikian, bukan tidak mungkin posisi negara-negara Islam dalam kancah percaturan dunia akan kian terpuruk.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement